๐Ÿช€ Pertanyaan Tentang Bid Ah

Barangsiapamenimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita yang bukan dari ajarannya maka tertolak. (HR. Bukhari) Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan Darisekian banyak komentar-komentar tentang bid'ah, ana jadinya bingung tentang apa-apa saja yang termasuk bid'ah sesungguhnya. Afwan, ana masih terlalu awan untuk memahami semuanya. Tapi, ana mau menjalani semua syari'at islam dengan sempurna (walau nggak akan sempurna sepenuhnya)tentunya disandarkan pada al-Qur'an & al-Hadist shahih. BadruddinAl-'Aini di Syarhnya tentang shohih Al-Bukhori (126/11) beliau menjelaskan perkataan Umar bin Al-Khatab tentang sebaik-baiknya bid'ah. Apabila bid'ah berada dalam ruang lingkup kebaikan dan syari'at maka menjadi bid'ah hasanah, dan apabila bid'ah berada dalam ruang lingkup keburukan dalam pandangan syari'at maka menjadi bid'ah Jawaban2: Memahami dengan benar [ุงู„ู…ุตุงู„ุญ ุงู„ู…ุฑุณู„ุฉ] "al-masholihul mursalah". Yang mendukung bid'ah hasanah kurang paham, sehingga menggiranya adalah bid'ah. Memang keduanya hampir mirip yaitu sama-sama kelihatannya hal yang baru dalam agama. Tetapi hakikatnya al-masholihul mursalah ada dalilnya dalam syariat. Bagi yang Kajian dan Tanya Jawab tentang Bid'ah dan Ahli Bid'ah (337 audio) 23 Jan, 2021 Posting Komentar Daftar Isi Koleksi kumpulan rekaman audio kajian, khutbah, ceramah, pengajian, tausiyah, dan tanya jawab bersama ustadz ahlussunnah yang membahas tema seputar bid'ah dan ahli bid'ah. 1. bab 25 tercelanya hawa nafsu dan kebid'ahan serta ahlul Muhammadiyahsendiri cenderung tidak membagi bid'ah menjadi hasanah dan sayyiah. Selama suatu amalan ibadah ada landasan dalil dan dengan sistem istidlal yang bisa dipertanggungjawabkan dan dianggap kuat (rajih,) maka amalan itu bisa dilakukan. Jika pendapat itu lemah, maka tidak dapat dilakukan. ๏ปฟBIDAH; Beberapa Pertanyaan dan Jawabannya. Oleh: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-'Utsaimin. Mungkin ada diantara kita yang bertanya bagaimanakah pendapat anda tentang perkataan Umar bin Khattab r.a. setelah memerintahkan kepada Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad-Dari agar mengimami orang-orang di bulan Ramadhan. Ketika keluar mendapatkan jama'ah sedang berkumpul dengan imam mereka, beliau berkata MACAMMACAM BID'AH. Bid'ah Dalam Ad-Dien (Islam) Ada Dua Macam : 1. Bid'ah qauliyah 'itiqadiyah : Bid'ah perkataan yang keluar dari keyakinan, seperti ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mu'tazilah, dan Rafidhah serta semua firqah-firqah (kelompok-kelompok) yang sesat sekaligus keyakinan-keyakinan mereka. 2. JawabSoal Tentang Bid'ah. Kepada Abdulla Amer. Pertanyaan: Assalamu 'alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Kemarin, orang-orang sedang keluar dari shalat Jumat. Orang-orang berjubel di pintu masjid, lalu seseorang berkata "shallรป 'alรข an-nabiy -bershalawatlah kepada nabi-. Maka seseorang yang lain berkata: "diamlah, itu bid'ah." TanyaJawab Seputar Bid'ah. By Dindin Nugraha. 18 Januari 2018. 0. 5733. Bagikan. Facebook. Twitter. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan tiap bid'ah adalah sesat, dan tiap kesesatan (menjurus) ke neraka. Tetapi tentang bid'ah hasanah semisal ritual tahlilan atau kirim doa untuk mayit, pasti tetap kami laksanakan Mendapatpertanyaan tentang hal itu, Mahfud MD meminta agar tidak memprovokasi umat dengan isu Maulid Nabi bid'ah. Menurut dia, isu tersebut sudah usang dan tidak perlu untuk didiskusikan lagi. "Jangan memprovokasi dengan isu bid'ah. Itu sudah kuno dan tidak laku untuk didiskusikan," tulis Mahfud MD di akun Instagramnya, Selasa (20/11). Al'Allamah Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di rahimahullah memaparkan tentang bid'ah, "Bid'ah adalah perkara yang diada-adakan dalam agama. Sesungguhnya agama itu adalah apa yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah (ajaran beliau).Jadi, apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, itulah agama. fX9RG. In a hadith, Prophet Muhammad Saw said, โ€œevery bidโ€™ah is a going astray.โ€ Some people understand that the bidโ€™ah in the hadith is anything new in Islam which is never done by the Prophet. This paper attempts to probe the concept of bidโ€™ah in the hadith. After searching several books of hadiths, apparently there are some cases that occurred during the period companions of the Prophet and afterwards in which showing the companionโ€™s creativity in worship, but the worship practice has never been done by the Prophet and had never been ordered to do. Nevertheless, the Prophet accepted it and gave it high appreciation since the new things were in accordance to Islamic teachings. On the other hand, there was also something new in religious matters conducted by some companions. Because it contradicts the teachings of Islam, the Prophet refused and banned it. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Ilmu Ushuluddin, Januari 2016, hlm. 63-72 Vol. 15, No. 1 ISSN 1412-5188 MENELISIK KONSEP BIDโ€™AH DALAM PERSPEKTIF HADIS Muhammad Arabiy Fakultas Ushuluddin dan Humaniora IAIN Antasari Banjarmasin Diterima tanggal 3 Januari 2016 / Disetujui tanggal 7 Februari 2016 Abstract In a hadith, Prophet Muhammad Saw said, โ€œevery bidโ€™ah is a going astray.โ€ Some people understand that the bidโ€™ah in the hadith is anything new in Islam which is never done by the Prophet. This paper attempts to probe the concept of bidโ€™ah in the hadith. After searching several books of hadiths, apparently there are some cases that occurred during the period companions of the Prophet and afterwards in which showing the companionโ€™s creativity in worship, but the worship practice has never been done by the Prophet and had never been ordered to do. Nevertheless, the Prophet accepted it and gave it high appreciation since the new things were in accordance to Islamic teachings. On the other hand, there was also something new in religious matters conducted by some companions. Because it contradicts the teachings of Islam, the Prophet refused and banned it. Kata kunci Sunnah Nabi, Sunnah khulafรข al-rรขsyidรฎn, umศ—r muhdatsah, bidโ€™ah. Pendahuluan Sudah dimaklumi bersama bahwa hadis adalah sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qurโ€™an. Oleh karena itu, untuk memperoleh pengetahuan tentang agama Islam yang benar diperlukan pemahaman yang benar terhadap hadis, sebagaimana dibutuhkan pemahaman yang sahih terhadap al-Qurโ€™an. Jika tidak, maka bisa terjadi kesalahan dalam memahami hadis yang berakibat kekeliruan dalam pengamalan aplikasi hadis tersebut. Bahkan bisa menyalahkan orang lain yang berbeda pemahaman. Dalam upaya memperoleh pemahaman yang benar terhadap hadis, ulama telah menyebutkan beberapa kaidah atau ketentuan dhawรขbith.Di antaranya ialah mengumpulkan hadis-hadis yang berbicara tentang satu cara ini, akan diperoleh pemahaman yang utuh tidak parsial terkait tema dimaksud. Misalnya hadis tentang bidโ€™ah. Sebagian orang hanya mengambil satu hadis, sehingga pemahamannya tentang bidโ€™ah menjadi sempit. Menurutnya, segala perkara baru dalam hal ibadah yang tidak ada pada masa Nabi itu adalah bidโ€™ah. Hadis dimaksud misalnya perkataan Nabi Saw ๎พ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎ˆˆ๎„‰๎‡๎ˆ๎†Œ๎†—๎€ƒ๎ˆƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎†ฌ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ž๎„…๎‡ธ๎„‹๎‡ˆ๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡Ÿ๎†ข๎…๎‡˜๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Ž๎†›๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎†ก๎„†๎†พ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎†ข๎„๎ˆˆ๎„‰๎‡Œ๎„ƒ๎†ฆ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„‹๎‡ป๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡Š๎„‰๎‡ ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„…๎‡ผ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎ˆƒ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎ˆ…๎„‰๎†พ๎„…๎‡ ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎†ข๎††๎‡ง๎†ข๎†Š๎‡ด๎„‰๎†ฌ๎„…๎†ป๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฏ๎†ก๎„†๎…š๎„‰๎†ฐ๎‚๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡ ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎†ฌ๎„‹๎‡ผ๎„„๎‡ˆ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„‹๎‡ผ๎„„๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎‚ ๎†ข๎†Š๎‡จ๎†Š๎‡ด๎„„๎†ผ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎ˆ‡๎„‰๎†พ๎„‰๎‡‹๎†ก๎„‹๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎…›๎„๎ˆ‡๎„‰๎†พ๎„…๎ˆ€๎„ƒ๎‡ธ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎„Œ๎‡”๎„ƒ๎‡Ÿ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡€๎†Ž๎†ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ‚๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ข๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฏ๎†ข๎„‹๎ˆ‡๎†Ž๎†›๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†ฉ๎†ข๎†Š๎†ฏ๎„ƒ๎†พ๎„…๎†ธ๎„„๎‡ท๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎†Ž๎‡๎ˆ‚๎„„๎‡ท๎†Œ๎†˜๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡น๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„Š๎†จ๎†Š๎†ฏ๎„ƒ๎†พ๎„…๎†ธ๎„„๎‡ท๎€ƒ๎‚๎†ˆ๎†จ๎„ƒ๎‡Ÿ๎„…๎†พ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡น๎†Ž๎†›๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„Š๎†จ๎„ƒ๎‡Ÿ๎„…๎†พ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎†ˆ๎†จ๎†Š๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡“๎ฎ๎€ƒ๎‡พ๎†ณ๎‡‚๎†ป๎†—๎€ƒ๎‡ต๎†ข๎‡ท๎ˆ๎†ก๎€ƒ๎†พ๎…ง๎†—๎€ƒ๎‡บ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‡‘๎†ข๎†ฅ๎‡‚๎‡ ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‡บ๎†ฅ๎€ƒ๎†จ๎ˆ‡๎‡๎†ข๎‡‡๎€ƒSelengkapnya lihat Yศ—suf al-Qaradhawiy, al-Madkhal li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah Kairo Maktabah Wahbah, 1991 M/1411 H, 115-207. Yศ—suf al-Qaradhawiy, al-Madkhal li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah, 128. Abศ— Abdillรขh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal al-Syaibรขniy, Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, tahqรฎq Syuaib al-Arnรขuth Beirut Muassat al-Risรขlah, 2001 M/1421 H, No. 17144. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 โ€œAku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah dan mendengar serta mematuhi pemimpin meskipun ia seorang budak dari Habasyah. Barangsiapa di antara kalian yang masih hidup setelah wafatku, niscaya ia akan melihat perbedaan yang banyak. Maka tetaplah berpegang kepada sunnahku dan sunnah khulafรข al-rรขsyidรฎn yang diberi petunjuk. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham peganglah erat-erat, dan jauhi perkara-perkara baru, karena tiap-tiap perkara baru itu ialah bidโ€™ah, dan setiap bidโ€™ah itu adalah sesat.โ€ Di dalam buku al-Sunan wa al-Mubtadaรขt disebutkan bahwa setiap bidโ€™ah yang terkait dengan agama adalah sesat. Bidโ€™ah dalam masalah agama dibagi menjadi empat macam pertama, al-bidaโ€™ al-mukaffirah bidโ€™ah yang menyebabkan kafir, misalnya berdoa kepada selain Allah, seperti kepada para Nabi dan orang-orang shalih dan meminta pertolongan kepada mereka. Kedua, al-bidaโ€™ al-muharramah bidโ€™ah yang diharamkan, misalnya bertawassul kepada Allah melalui orang yang telah meninggal, meminta doa mereka, menyalakan lampu di atas kuburan mereka. Ketiga, al-bidaโ€™ al-makrศ—hah tahrรฎm, misalnya shalat zuhur setelah shalat Jumโ€™at, membaca al-Qurโ€™an dengan imbalan atau khataman yang dilakukan untuk orang yang sudah meninggal, berkumpul untuk melakukan doa bersama pada malam nishfu Syaโ€™ban dan pada malam maulid. Keempat, al-bidaโ€™ al-makrศ—hah tanzรฎh, misalnya berjabat tangan setelah shalat, menggantungkan kain di atas mimbar, membaca doa รขsyศ—rรข, doa awal dan akhir redaksi hadis di atas diketahui bahwa setiap perkara baru bidโ€™ah itu sesat. Namun ada banyak hal-hal baru yang dilakukan oleh para sahabat berdasarkan ijtihad mereka, baik ketika Nabi masih hidup atau setelah wafat, yang kemudian disetujui oleh Nabi dan para sahabat, bahkan diberikan apresiasi. Yang jadi pertanyaan, hal-hal baru yang bagaimana yang dianggap sesat menurut hadis di atas? Bagaimana sikap Nabi Saw. dan al-Khulafรข al-Rรขsyidรฎn sesudahnya dalam menanggapi perkara-perkara baru? Konsep Sunnah dan Bidโ€™ah Berdasarkan Hadis Nabi Untuk mengetahui konsep bidah perlu dikenal lebih dulu makna sunnah, karena dua term ini merupakan sesuatu yang berlawanan berdasarkan hadis di atas. Dalam sebuah pernyataan dikatakan โ€œ๎‚ ๎†ข๎ˆˆ๎‡‹๎ˆ‹๎†ก๎€ƒ๎…‘๎ˆˆ๎†ฌ๎†ซ๎€ƒ๎†ข๎‡ฟ๎†พ๎‡”๎†ฅโ€๎€‘ Adapun makna sunnah secara bahasa ๎‡ช๎ˆ‡๎‡‚๎‡—๎€ƒ atau ๎†จ๎‡ฌ๎ˆ‡๎‡‚๎‡— atau ๎†ง๎…š๎‡‡ yaitu cara atau jalan atau sejarah. Makna tersebut juga sesuai dengan yang dimaksud di dalam hadis-hadis ๎พ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ธ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ค๎„‰๎‡ฃ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎†ฌ๎„‹๎‡ผ๎„„๎‡‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡†๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎ˆ†๎„๎‡ผ๎„‰๎‡ท๎ฎโ€œSiapa saja yang tidak suka dengan cara hidupku maka ia tidak termasuk golonganku.โ€ ๎พ๎€ƒ๎„‹๎‡บ๎„„๎‡ ๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎†ฌ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„ƒ๎‡ผ๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ฆ๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎†ก๎„†๎‡‚๎„…๎†ฆ๎„‰๎‡‹๎€ƒ๎‚๎†‰๎‡‚๎„…๎†ฆ๎„‰๎‡Œ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†ข๎„†๎‡Ÿ๎†ก๎„ƒ๎‡๎„‰๎†ฟ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎†‰๎‡๎†ก๎„ƒ๎‡๎„‰๎‡€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎ˆ„๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎ˆ‚๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ฐ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎„…๎†ธ๎„„๎†ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„˜๎†ค๎„ƒ๎‡“๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎ˆ‚๎„„๎‡ธ๎„„๎†ฌ๎†’๎‡ฐ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ณ๎ฎ๎‚๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎†’๎‡ด๎†Œ๎‡ซ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎†ฝ๎ˆ‚๎„„๎ˆ€๎„ƒ๎ˆˆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ๎ˆƒ๎„ƒ๎‡๎†ข๎„ƒ๎‡๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ธ๎†Š๎‡ง๎ฎMuhammad Abd al-Salรขm Khadir al-Syaqรฎriy, al-Sunan wa al-Mubtadaโ€™รขt al-Mutaโ€™alliqat bi al-Adzkรขr wa al-Shalawรขt, terj. Achmad Munir Awood Badjeber Jakarta Qisthi Press, 2005, 4-5. Abศ— al-Husayn Ahmad bin Fรขris al-Rรขziy, Mujam Maqรขyรฎs al-Lughah Beirut Dรขr al-Fikr, 1979 M/1399 H, jld III 61.; Ahmad bin Aliy bin Hajar al-Asqalรขniy, Fath al-Bรขriy Beirut Dรขr al-Marifah, 1379 H, jld I 134. Abศ— Abdillรขh Muhammad bin Ismรขรฎl al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy Damaskus Dรขr Thauq al-Najรขh, 1422 H, Kitรขb al-Nikรขh Bab Anjuran Menikah No. 5063. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb Ahรขdรฎts al-Anbiyรข, Bab Tentang Bani Israil No. 3456. MUHAMMAD ARABY Menelisik Konsep Bidโ€™ah โ€œKalian akan mengikuti cara langkah orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk dalam lubang biawak pun akan kalian ikuti. Kami para sahabat bertanya kepada Nabi Apakah Yahudi dan Nasrani yang kau maksud? Nabi bersabda siapa lagi.โ€ ๎พ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎‡บ๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ต๎†ข๎†Š๎‡ด๎„…๎‡‡๎†Ž๎†œ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎††๎†จ๎„‹๎‡ผ๎„„๎‡‡๎€ƒ๎‚๎††๎†จ๎„ƒ๎‡ผ๎„ƒ๎‡ˆ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„‰๎‡ธ๎„„๎‡ ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎„„๎‡ฝ๎„ƒ๎†พ๎„…๎‡ ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ค๎„‰๎†ฌ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎†’๎†ฐ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡‚๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„‰๎‡ธ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†ข๎†Š๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡Ž๎†Œ๎‡ฌ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„‰๎‡ฟ๎†Ž๎‡๎ˆ‚๎„„๎†ณ๎†Œ๎†—๎€ƒ๎‚๎ƒ†๎‚ ๎„…๎ˆ†๎„ƒ๎‡‹๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎‡บ๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ต๎†ข๎†Š๎‡ด๎„…๎‡‡๎†Ž๎†œ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎††๎†จ๎„‹๎‡ผ๎„„๎‡‡๎€ƒ๎‚๎††๎†จ๎†Š๎† ๎„๎ˆˆ๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„‰๎‡ธ๎„„๎‡ ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎„„๎‡ฝ๎„ƒ๎†พ๎„…๎‡ ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ค๎„‰๎†ฌ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎†’๎†ฐ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡๎„…๎‡ƒ๎†Ž๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„‰๎‡ธ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†ข๎†Š๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡Ž๎†Œ๎‡ฌ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„‰๎‡ฟ๎†Ž๎‡๎†ก๎„ƒ๎‡ƒ๎„…๎ˆ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ†๎‚ ๎„…๎ˆ†๎„ƒ๎‡‹๎ฎโ€œSiapa saja yang memulai melakukan suatu kebaikan lalu kebaikan tersebut ditiru oleh orang lain maka ia diberikan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa kurang sedikit pun. Sebaliknya, siapa yang yang memulai melakukan perbuatan yang tidak baik lalu ditiru oleh orang lain maka ia diberikan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa kurang sedikit pun.โ€ Secara umum sunnah berarti cara Nabi dalam berbuat ๎‡ฒ๎‡ ๎‡ง, meninggalkan suatu perbuatan ๎‡ญ๎‡‚๎†ซ, menerimanya ๎‡ฑ๎ˆ‚๎†ฆ๎‡ซ, atau menolaknya ๎†ฝ๎‡. Sunnah di sini bukan sinonim dari hadis sebagaimana istilah para ahli hadis atau lawan dari wajib sebagaimana istilah para ahli bidโ€™ah berasal dari bahasa Arab yaitu dari akar kata ๎‡๎†พ๎†ฅ yang berarti melakukan sesuatu yang belum ada contoh sebelumnya. Jadi kata bidโ€™ah menurut bahasa mempunyai makna yang umum, yaitu segala sesuatu yang baru. Makna tersebut berbeda dengan istilah syaraโ€™. Menurut hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Irbadh bin Sรขriyah di atas bahwa bidโ€™ah ialah lawan dari sunnah. Dengan demikian, segala sesuatu yang baru dalam agama Islam jika itu tidak bertentangan dengan sunnah, maka itu tidak termasuk bidโ€™ah. Oleh karena itu, perlu diketahui lebih dulu bagaimana sunnah Nabi dan sunnah Khulafรข al-Rรขsyidรฎn dalam menghadapi segala perkara baru, yang di dalam hadis di atas umat Islam diperintahkan oleh Nabi untuk mengikutinya, sehingga bisa diketahui konsep bidโ€™ah yang sesat. Tanggapan Nabi terhadap Perkara-Perkara Baru Di dalam kitab-kitab hadis terdapat banyak sekali kejadian-kejadian yang menunjukkan kreatifitas para sahabat dalam beribadah. Hal itu dilakukan berdasarkan ijtihad dari masing-masing mereka. Sebagian dari kreasi tersebut ada yang diterima bahkan mendapat pujian dari Nabi Saw karena sesuai dengan ajaran Islam, meskipun ada juga yang ditolak oleh beliau karena bertentangan dengan ajaran Islam. Berikut ini beberapa kejadian tersebut 1. Persetujuan Nabi terhadap penambahan zikir dalam shalat yang dilakukan oleh sahabat ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†จ๎„ƒ๎‡Ÿ๎†ข๎†Š๎‡ง๎†Ž๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡ž๎„‰๎‡ง๎†ก๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„๎ˆ†๎„‰๎‡ซ๎„ƒ๎‡๎„Œ๎‡„๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎†ข๎„‹๎‡ผ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎ˆ†๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎„„๎‡ป๎€ƒ๎†ข๎„†๎‡ท๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒˆ๎‚ ๎†ก๎„ƒ๎‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎†ข๎„‹๎‡ธ๎†Š๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ž๎†Š๎‡ง๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„ƒ๎‡‡๎†’๎†—๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡ฏ๎„‹๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎„ƒ๎ˆ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎‡ž๎„‰๎‡ธ๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ธ๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎„ƒ๎†พ๎„‰๎‡ธ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†ˆ๎‡ฒ๎„„๎†ณ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎ƒˆ๎‚ ๎†ก๎„ƒ๎‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„‹๎†ฅ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎‚๎„„๎†พ๎„…๎‡ธ๎„ƒ๎†ธ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†ก๎„†๎†พ๎„…๎‡ธ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎†ก๎„†๎…š๎„‰๎†ฐ๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎†ข๎„†๎†ฆ๎„๎ˆˆ๎†Š๎‡—๎€ƒ๎†ข๎††๎‡ฏ๎„ƒ๎‡๎†ข๎„ƒ๎†ฆ๎„„๎‡ท๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡พ๎ˆˆ๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎†ข๎„‹๎‡ธ๎†Š๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฅ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡๎„…๎‡ป๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ถ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฌ๎„„๎‡ธ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚Ÿ๎†ข๎††๎‡จ๎†Ž๎‡ป๎†•๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎„„๎†ณ๎„‹๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€๎†ข๎„ƒ๎‡ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎‚๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„…๎†พ๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎ˆ‡๎†Š๎†—๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎††๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎„…๎‡”๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎…›๎„‰๎†ฏ๎†ข๎†Š๎‡ด๎†Š๎†ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎†ข๎††๎‡ฐ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„ƒ๎‡ป๎ˆ๎„„๎‡๎„‰๎†พ๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎ˆ€๎„Œ๎ˆ‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„„๎†ฆ๎„„๎†ฌ๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ข๎††๎‡ณ๎„‹๎ˆ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€‘๎ฎ๎‡ฑ๎†ข๎‡ซ๎€ƒ๎‡ฌ๎†„๎†ก๎‡ช๎€ƒ๎€๎‡ฝ๎†ฝ๎†ข๎‡ผ๎‡‡๎†›๎€ƒ๎†ถ๎ˆˆ๎†ธ๎‡๎€ƒ๎ˆ„๎‡ด๎‡Ÿ๎€ƒ๎‡•๎‡‚๎‡‹๎€ƒ๎ˆ…๎‡๎†ข๎†ผ๎†ฆ๎‡ณ๎†ก๎€‘๎€ƒAbศ— al-Husayn Muslim bin al-Hajjรขj al-Naisรขbศ—riy, Shahรฎh Muslim Beirut Dรขr Ihyรข al-Turรขts, Kitรขb al-Ilm No. 1017. Abdullรขh Mahfศ—z al-Haddรขd, al-Sunnat wa al-Bidah Damaskus Dรขr al-Qalam, 1992 M/1413 H, 28. Ibnu Fรขris, Mujam Maqรขyรฎs al-Lughah, jilid I 209. Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, No. 18996. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 Dari Rifรขah bin Rรขfiโ€™ al-Zuraqiy Ra berkata โ€œSuatu hari kami shalat di belakang Nabi Saw. Ketika Nabi bangkit dari rukuโ€™ beliau mengucapkan ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ธ๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎„ƒ๎‡ž๎„‰๎‡ธ๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎„ƒ๎†พ๎„‰๎‡ธ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎„…๎‡บ lalu seorang laki-laki di belakangnya mengucapkan ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎ˆˆ๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎†ข๎††๎‡ฏ๎„ƒ๎‡๎†ข๎„ƒ๎†ฆ๎„„๎‡ท๎€ƒ๎†ข๎„†๎†ฆ๎„๎ˆˆ๎†Š๎‡—๎€ƒ๎†ก๎„†๎…š๎„‰๎†ฐ๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎†ก๎„†๎†พ๎„…๎‡ธ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎‚๎„„๎†พ๎„…๎‡ธ๎„ƒ๎†ธ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„‹๎†ฅ๎„ƒ๎‡ . Setelah selesai shalat Nabi bertanya โ€œSiapa yang membaca kalimat tadi?โ€ Laki-laki tadi menjawab saya wahai Rasulullรขh. Nabi bersabda โ€œSungguh saya telah melihat lebih dari tiga puluh Malaikat berebut untuk mencatat kalimat tersebut.โ€ Hadis ini menunjukkan adanya kreatifitas seorang sahabat perihal zikir ketika shalat. Dalam hal ini, Nabi tidak menyalahkannya. Sebaliknya beliau justru menyampaikan kabar gembira kepada sahabat tersebut, karena hal baru yang dilakukannya itu tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. 2. Persetujuan Nabi terhadap pengkhususan satu surah yang selalu dibaca oleh sahabat ketika shalat ๎€ƒ๎†Š๎†—๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡“๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎„Š๎‡ฎ๎„‰๎‡ณ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎†Ž๎‡†๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎ˆ€๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†Œ๎†—๎„ƒ๎‡‚๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎††๎†ง๎„ƒ๎‡๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎€ƒ๎„ƒ๎†ถ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎†ฌ๎†’๎‡ง๎†ก๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ธ๎…๎‡ด๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎ƒ‡๎‚ ๎†ข๎„ƒ๎†ฆ๎†Œ๎‡ซ๎€ƒ๎„‰๎†พ๎†Ž๎†ด๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎ˆ€๎„Œ๎‡ท๎„„๎†š๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†Ž๎‡๎†ข๎„ƒ๎‡๎„…๎‡ป๎ƒˆ๎ˆ‹๎†ก๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎†ˆ๎‡ฒ๎„„๎†ณ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ€๎„…๎‡ผ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎†Š๎‡ก๎„„๎‡‚๎†’๎‡จ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎ˆ„๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎„‡๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎‡ฟ๎€ƒ๎†’๎‡ฒ๎†Œ๎‡ฌ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎„ƒ๎†ถ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎†ฌ๎†’๎‡ง๎†ก๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†Œ๎†—๎„ƒ๎‡‚๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ข๎„‹๎‡ธ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎„‰๎†ง๎†Š๎ˆ๎„‹๎‡๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„‰๎‡ณ๎†Š๎†ฟ๎€ƒ๎„„๎‡ž๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎‡๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„ƒ๎‡ ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎ˆƒ๎„ƒ๎‡‚๎„…๎†ป๎†Œ๎†—๎€ƒ๎††๎†ง๎„ƒ๎‡๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎€ƒ๎†Œ๎†—๎„ƒ๎‡‚๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎„‹๎‡ถ๎†Œ๎†ฏ๎€ƒ๎‚๎†ข๎€ƒ๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎†Œ๎†Ÿ๎†Ž๎‡„๎„…๎†ด๎„„๎†ซ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„‹๎‡ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎ˆƒ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎„‹๎‡ถ๎†Œ๎†ฏ๎€ƒ๎‚๎„‰๎†ง๎„ƒ๎‡๎ˆ‚๎„Œ๎‡ˆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„‰๎‡ฝ๎„‰๎‡€๎„ƒ๎ˆ€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎„„๎†ถ๎„‰๎†ฌ๎„ƒ๎†ฌ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„‹๎‡ป๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„„๎‡พ๎„„๎†ฅ๎†ข๎„ƒ๎†ธ๎„…๎‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„ƒ๎‡ธ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„Š๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡ฏ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎„‹๎‡ท๎†Ž๎†›๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†Œ๎†—๎„ƒ๎‡‚๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎†ข๎„‹๎‡ท๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎ˆƒ๎„ƒ๎‡‚๎„…๎†ป๎†Œ๎†˜๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†Š๎†—๎„ƒ๎‡‚๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎ˆ„๎€ƒ๎†ข๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„„๎†ช๎†’๎‡ด๎„ƒ๎‡ ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„‰๎‡ณ๎†Š๎‡€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„‹๎‡ท๎„„๎†™๎†Š๎†—๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎†ฌ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎†ฆ๎„…๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Ž๎†›๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„‰๎‡ฏ๎†Ž๎‡๎†ข๎„ƒ๎†ฌ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎ˆƒ๎„ƒ๎‡‚๎„…๎†ป๎†Œ๎†˜๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†Š๎†—๎„ƒ๎‡‚๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎†ซ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„ƒ๎‡Ÿ๎„ƒ๎†พ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎†Š๎‡น๎„…๎ˆ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎„„๎‡ป๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„„๎†ฌ๎†’๎‡ฏ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎†ฌ๎„…๎‡ฟ๎†Ž๎‡‚๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Ž๎†›๎€ƒ๎„ƒ๎†ซ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„‹๎‡ธ๎†Š๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„„๎‡ฝ๎„„๎‡‚๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ฃ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎ˆ€๎„‹๎‡ท๎„„๎†š๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎„„๎‡ฟ๎†Ž๎‡‚๎†Š๎‡ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„…๎‡ถ๎†Ž๎ˆ€๎„‰๎‡ด๎„ƒ๎‡”๎†’๎‡ง๎†Š๎†—๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„‹๎‡ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ฆ๎†Š๎…ฌ๎†ก๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎ˆ๎„„๎‡‚๎„ƒ๎†ฆ๎„…๎†ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎„Œ๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„„๎‡ถ๎„„๎‡ฟ๎†ข๎พ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎‚๎†Œ๎‡น๎†Š๎ˆ๎†Œ๎‡ง๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎„Š๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡ฏ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎„‰๎†ง๎„ƒ๎‡๎ˆ‚๎„Œ๎‡ˆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„‰๎‡ฝ๎„‰๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎†Ž๎‡ต๎ˆ๎„„๎‡„๎†Œ๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎†Œ๎‡ด๎„‰๎‡ธ๎„…๎†ธ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ฎ๎„„๎†ฅ๎†ข๎„ƒ๎†ธ๎„…๎‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ญ๎„„๎‡‚๎„„๎‡ท๎†’๎†˜๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„„๎‡ ๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎‡ธ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„Œ๎†ฆ๎„‰๎†ท๎†Œ๎†—๎€ƒ๎ˆ†๎„๎‡ป๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎พ๎€ƒ๎†Š๎†จ๎„‹๎‡ผ๎†Š๎…ช๎†ก๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎†ป๎„…๎†ฝ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ฟ๎†ข๎„‹๎ˆ‡๎†Ž๎†›๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„Œ๎†ฆ๎„„๎†ท๎ฎ๎€ƒDari Anas bin Mรขlik ra โ€œAda seorang laki-laki dari kalangan Anshรขr yang selalu menjadi imam di Mesjid Qubรข. Setiap kali menjadi imam dia selalu membaca surah al-ikhlรขs sebelum membaca surah yang lain. Para jamaโ€™ah pun menegurnya Baca surah itu saja atau baca surah yang lain. Ia pun menjawab Saya tidak akan meninggalkan surah tersebut. Jika kalian suka saya akan terus menjadi imam dengan cara tersebut, jika kalian tidak suka saya berhenti jadi imam. Namun mereka tidak mau yang lain menggantikannya karena menurut mereka dia yang paling utama di antara mereka. Ketika Nabi datang bertemu mereka, hal ini disampaikan kepada beliau. Nabi pun bertanya kepada imam tadi โ€œWahai Fulan, alasan apa yang membuat engkau terus membaca surah itu dan tidak menerima permintaan sahabat-sahabatmu?โ€ Dia menjawab Saya suka cinta kepada surah tersebut. Nabi bersabda โ€œCintamu kepada surah tersebut dapat membawamu masuk ke surga.โ€ Hadis ini menunjukkan adanya kreatifitas sahabat terkait bacaan surah ketika shalat. Dalam hal ini Nabi tidak melarangnya. Pernyataan Nabi โ€œkecintaanmu kepada surah yang selalu dibaca itu bisa membawamu ke surgaโ€ menunjukkan persetujuan Nabi terhadap kreatifitasnya itu. Meski begitu, cara yang selalu dipraktekkan Nabi sunnah tsรขbitah terkait bacaan surah itulah yang lebih utama untuk diikuti dalam Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Adzรขn Bab Mengumpulkan Dua Surah Dalam Satu Rakaโ€™at, No. 774. Ibnu Hajar al-Asqalรขniy, Fath al-Bรขriy Beirut Dรขr al-Marifah, 1379 H, jld 2258. Al-Haddรขd, al-Sunnat wa al-Bidah, 35. MUHAMMAD ARABY Menelisik Konsep Bidโ€™ah 3. Persetujuan Nabi terhadap kreatifitas para sahabat dalam membuat majlis zikir ๎€ƒ๎„Š๎†จ๎†Š๎‡ฌ๎†’๎‡ด๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎†Œ๎†จ๎„ƒ๎ˆ‡๎†Ž๎ˆ๎†ข๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ท๎€ƒ๎„ƒ๎†ฑ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ป๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎„๎ˆ…๎†Ž๎‡๎„…๎†พ๎„„๎†ผ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„Š๎†พ๎ˆˆ๎„‰๎‡ ๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚๎ƒˆ๎†…๎†ก๎€ƒ๎„„๎‡‚๎†Œ๎‡ฏ๎†’๎‡€๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎†ณ๎€ƒ๎€๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚Ÿ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„‰๎†พ๎†Ž๎†ด๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎‡ธ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฐ๎†’๎‡จ๎„‰๎‡ด๎„…๎†ธ๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎‡‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ†๎„๎‡ป๎†Ž๎†›๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ญ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎€ƒ๎†ข๎…๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚Ÿ๎„ƒ๎‡ญ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎€ƒ๎†ข๎…๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†•๎€ƒ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡ธ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎„‡๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎††๎†จ๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎ˆ€๎„„๎†ซ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎†ฌ๎†Š๎‡ณ๎†Ž๎‡„๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎…๎‡น๎†Ž๎†›๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎ˆ†๎„๎‡ผ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎†ข๎††๎†ฐ๎ˆ‡๎„‰๎†พ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎†Š๎‡ซ๎†Š๎†—๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎†Ž๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎„Š๎†จ๎†Š๎‡ฌ๎†’๎‡ด๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„ƒ๎†ฑ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ป๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡พ๎†Ž๎†ฅ๎†ข๎„ƒ๎†ธ๎„…๎‡๎†Š๎†—๎พ๎‚Ÿ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎†ธ๎„ƒ๎‡ป๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎ƒˆ๎†…๎†ก๎€ƒ๎„„๎‡‚๎†Œ๎‡ฏ๎†’๎‡€๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎†ณ๎€ƒ๎€๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎„‹๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎†Ž๎‡ต๎†ข๎†Š๎‡ด๎„…๎‡‡๎†Ž๎†œ๎†’๎‡ด๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ป๎†ก๎„ƒ๎†พ๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎„„๎†พ๎พ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†•๎‚Ÿ๎„ƒ๎‡ญ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎€ƒ๎†ข๎…๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ญ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎€ƒ๎†ข๎…๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎พ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎ˆ‡๎†Ž๎‡‚๎„…๎†ฆ๎†Ž๎†ณ๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎‡ป๎†ข๎„ƒ๎†ซ๎†Š๎†—๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„‹๎‡ผ๎„‰๎‡ฐ๎†Š๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎††๎†จ๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎ˆ€๎„„๎†ซ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎†’๎‡จ๎„‰๎‡ด๎„…๎†ธ๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎‡‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ†๎„๎‡ป๎†Ž๎†›๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎„…๎†ป๎†Š๎†˜๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎†Š๎†จ๎†Š๎‡ฐ๎„‰๎†Ÿ๎†ข๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡ธ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„„๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ฟ๎†ข๎„ƒ๎†ฆ๎„„๎ˆ‡๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎„ƒ๎†ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎„‹๎‡„๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎ƒˆ๎†…๎†ก๎€ƒ๎…๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎‡ป๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ฆ๎ฎ๎€ƒDari Abศ— Saโ€™รฎd al-Khudriyy berkata โ€œMuโ€™awiyah ra melihat satu halaqah di Mesjid, lalu ia bertanya Apa yang mendorong kalian untuk berkumpul? Orang-orang yang ada di halaqah itu menjawab Kami berkumpul di sini untuk berzikir kepada Allah. Muโ€™awiyah mempertegas Sumpah tidak ada niat lain? Demi Allah tidak ada niat yang lain jawab mereka. Kata Muโ€™awiyah Aku meminta kalian bersumpah bukan karena menuduh kalian. Tidak ada yang lebih sedikit punya hadis dibandingkan aku. Sesungguhnya Rasulullรขh Saw pernah melihat satu halaqah di Mesjid, lalu ia bertanya โ€œApa yang mendorong kalian untuk berkumpul?โ€ Orang-orang yang ada di halaqah itu menjawab Kami berkumpul di sini untuk berzikir kepada Allah dan memuji-Nya atas hidayah dan niโ€™mat yang telah diberikan-Nya kepada kami. โ€œSumpah tidak ada niat lain?โ€ Demi Allah tidak ada niat yang lain jawab mereka. Nabi bersabda โ€œSungguh Aku meminta kalian bersumpah bukan karena menuduh kalian, tetapi Jibrรฎl as tadi datang dan memberi kabar kepada saya bahwa Allah Swt membanggakan kalian di hadapan para Malaikat-Nya.โ€ Hadis ini menunjukkan adanya ijtihad para sahabat dalam membuat perkumpulan untuk berzikir kepada Allah. Perbuatan mereka pun disetujui oleh Nabi bahkan mereka mendapatkan kabar gembira dari Malaikat Jibril bahwa Allah Swt membanggakan mereka di kalangan Malaikat-Nya. Itulah cara sunnah Nabi dalam menanggapi segala perkara baru. Selama itu semua tidak bertentangan dengan dengan nash-nash agama dan tidak menyebabkan mudarat, maka itu tidak termasuk bidโ€™ah yang sesat, apalagi jika itu bersumber dari tuntunan agama meskipun secara umum, misalnya firman Allah ๎€ƒ๎€๎†ฒ๎…ซ๎†ก๎€Œ๎€ƒ๎‡น๎ˆ‚๎†ธ๎‡ด๎‡จ๎†ซ๎€ƒ๎‡ถ๎‡ฐ๎‡ด๎‡ ๎‡ณ๎€ƒ๎…š๎…ฌ๎†ก๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎‡ด๎‡ ๎‡ง๎†ก๎ˆ๎€š๎€š๎€‹๎€ƒโ€œKerjakanlah kebaikan agar kamu beruntung.โ€ QS. Al-Hajj 77. ๎€ƒ๎€๎†ง๎‡‚๎‡ฌ๎†ฆ๎‡ณ๎†ก๎€Œ๎€ƒ๎†ฉ๎†ก๎…š๎…ฌ๎†ก๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎‡ฌ๎†ฆ๎†ฌ๎‡‡๎†ข๎‡ง๎€”๎€—๎€›๎€‹๎€ƒโ€œBerlomba-lombalah kalian dalam kebaikan.โ€ QS. Al-Baqarah 148. ๎†—๎€ƒ๎†ข๎ˆ‡๎€ƒ๎€๎†ฃ๎†ก๎‡„๎†ท๎ˆ‹๎†ก๎€Œ๎€ƒ๎†ก๎…š๎†ฐ๎‡ฏ๎€ƒ๎†ก๎‡‚๎‡ฏ๎†ฟ๎€ƒ๎†…๎†ก๎€ƒ๎†ก๎ˆ๎‡‚๎‡ฏ๎†ฟ๎†ก๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎‡ผ๎‡ท๎†•๎€ƒ๎‡บ๎ˆ‡๎‡€๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†ข๎ˆ€๎ˆ‡๎€—๎€”๎€‹ โ€œHai orang-orang yang beriman, berzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya.โ€ QS. Al-Ahzab 41. Muslim bin al-Hajjรขj, Shahรฎh Muslim, Kitรขb al-Dzikr, Bab Keutamaan Berkumpul Untuk Membaca al-Qurโ€™an dan Dzikir No. 2701. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 4. Penolakan Nabi terhadap kreatifitas Abศ— Isrรขรฎl ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎†ก๎€ƒ๎‚๎†‰๎‡…๎†ข๎„‹๎†ฆ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„Œ๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„„๎†ค๎†Œ๎‡˜๎„…๎†ผ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎‡ฟ๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡ฒ๎„„๎†ณ๎„ƒ๎‡‚๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎†‰๎‡ถ๎„‰๎†Ÿ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†Š๎†˜๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€๎ˆ‚๎„„๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎‚๎†Š๎‡ฒ๎ˆˆ๎„‰๎†Ÿ๎†ก๎„ƒ๎‡‚๎„…๎‡‡๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡๎†Š๎‡€๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎ˆ‚๎†Œ๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎†พ๎„„๎‡ ๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎…๎‡ฒ๎„‰๎‡œ๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎ˆ‚๎„„๎‡๎„ƒ๎ˆ‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€‘๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„Œ๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎„…๎‡‚๎„„๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎ˆˆ๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎„‰๎‡œ๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎ˆˆ๎†’๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„…๎†พ๎„„๎‡ ๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆˆ๎†’๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎‡ถ๎„‰๎†ฌ๎„„๎ˆˆ๎†’๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„ƒ๎‡ท๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎‡๎ฎDari Ibnu Abbรขs ra bercerita โ€œKetika Nabi Saw sedang menyampaikan khutbah, ada seorang laik-laki yang sedang berdiri. Lalu Nabi bertanya tentang laki-laki tersebut. Para sahabat menjawab Dia adalah Abศ— Isrรขรฎl. Dia bernadzar puasa sambil berdiri dan tidak duduk, tidak bernaung, dan tidak berbicara. Nabi bersabda โ€œPerintahkan kepadanya untuk berbicara, bernaung, dan duduk, serta selesaikan puasanya.โ€ Di dalam hadis ini, Nabi melarang perbuatan Abศ— Isrรขรฎl yang melakukan puasa namun tidak berbicara, tidak bernaung dari panas matahari, dan tidak duduk. Ijtihadnya ini dilarang oleh Nabi karena dapat menyebabkan kemudaratan. Ibnu Hajar berkomentar Segala sesuatu yang tidak ada petunjuknya dari al-Qurโ€™an atau sunnah jika mendatangkan kemudaratan bagi manusia meskipun tidak langsung seperti berjalan untuk ibadah tanpa alas kaki, atau duduk di bawah terik matahari maka itu tidak termasuk ketaatan kepada Allah, dan nadzar dengan hal itu dianggap tidak Penolakan Nabi terhadap ijtihad Muรขdz bin Jabal ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎„๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ด๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎„ƒ๎†พ๎„ƒ๎†ด๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎†Ž๎‡ต๎†ข๎„‹๎‡Œ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎†ˆ๎†ฟ๎†ข๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ท๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎„‰๎†พ๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎†ข๎„‹๎‡ธ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚๎ˆ„๎†Š๎‡ง๎„…๎ˆ๎†Š๎†—๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„‰๎†พ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎‡ง๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎พ๎‚Ÿ๎†Œ๎†ฟ๎†ข๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ท๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ก๎†Š๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎„ƒ๎†ฅ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Ž๎ˆ€๎„‰๎†ฌ๎†Š๎‡จ๎„‰๎‡ซ๎†ข๎„ƒ๎‡‡๎†Š๎†˜๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎ˆ๎„„๎†พ๎„„๎†ด๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎ˆ€๎„„๎†ฌ๎†’๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎†ก๎„ƒ๎ˆ‚๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎†ข๎„‹๎‡Œ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ซ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†Œ๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ฎ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„‰๎‡ณ๎†Š๎†ฟ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎ˆ†๎ƒŠ๎‡ˆ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎„„๎†ฉ๎„…๎†ฝ๎„‰๎†ฝ๎„ƒ๎ˆ‚๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„…๎‡ถ๎†Ž๎ˆ€๎„‰๎†ฌ๎†Š๎‡ซ๎†Ž๎‡๎†ข๎†Š๎‡˜๎€ƒ๎€๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎พ๎€ƒ๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎„ƒ๎†พ๎„„๎†ด๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎†Š๎†ง๎†Š๎†—๎„…๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„„๎†ฉ๎„…๎‡‚๎„ƒ๎‡ท๎†Š๎†˜๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†Ž๎‡‚๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎‡ค๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎„ƒ๎†พ๎„„๎†ด๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ก๎„†๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ก๎„†๎‡‚๎„‰๎‡ท๎†•๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎‡ผ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎„…๎ˆ‚๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ†๎„๎‡ป๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ด๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎†ข๎†Š๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎†Ž๎†ณ๎„…๎ˆ๎„ƒ๎‡„๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€โ€ฆ๎ฎ ๎€๎‡ช๎‡ฌ๎†„๎†ก๎€ƒ๎‡ฑ๎†ข๎‡ซ ๎‡ฝ๎…š๎‡ค๎‡ณ๎€ƒ๎†ถ๎ˆˆ๎†ธ๎‡๎€ƒDari Abdullรขh bin Abรฎ Aufรข ra berkata โ€œKetika Muโ€™รขdz ra datang dari Syรขm dia sujud kepada Nabi Saw. Nabi bertanya Ada apa ini wahai Muโ€™รขdz? Muโ€™รขdz menjawab Tatkala saya datang ke negeri Syรขm kebetulan para penduduknya sedang sujud kepada para pendeta dan penguasa, maka aku ingin melakukan yang demikian itu kepadamu wahai Rasศ—lullรขh. Nabi bersabda โ€œJangan lakukan. Kalau aku menyuruh seseorang untuk sujud kepada selain Allรขh maka akan kuperintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya....โ€ Hadis ini menceritakan adanya keinginan sahabat Nabi Muรขdz bin Jabal untuk sujud kepada Nabi. Keinginannya itu ditolak oleh Nabi karena hal itu bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan bahwa sujud hanya dibolehkan kepada Allah Swt. 6. Penolakan Nabi terhadap ijtihad Juairiyah bint al-Hรขrits ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†จ๎„ƒ๎ˆ‡๎†Ž๎‡‚๎„…๎ˆ‡๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎†ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†ช๎„…๎‡ผ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†ญ๎†Ž๎‡๎†ข๎†Š๎…ซ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡“๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„ƒ๎†ป๎„ƒ๎†ฝ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ธ๎†Œ๎…ช๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ฟ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎†ˆ๎†จ๎„ƒ๎‡ธ๎„‰๎†Ÿ๎†ข๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€๎พ๎€ƒ๎„‰๎†ช๎„…๎‡ธ๎„„๎‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎‚Ÿ๎†Ž๎‡†๎„…๎‡ท๎†Š๎†—๎ฎ๎‚๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎†ช๎†Š๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎‚๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎ˆ‡๎„‰๎†พ๎ˆ‡๎†Ž๎‡‚๎„„๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†’๎‡น๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ท๎ˆ‚๎„„๎‡๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎‚Ÿ๎†ก๎„†๎†พ๎†Š๎‡ฃ๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎„…๎†ช๎†Š๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎‚๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎พ๎€ƒ๎€๎ˆ…๎†Ž๎‡‚๎„‰๎‡˜๎†’๎‡ง๎†Š๎†˜๎†Š๎‡ง๎ฎDari Juairiyah bint al-Hรขrits ra, โ€œbahwasanya Nabi Saw pernah menemuinya pada hari Jumโ€™at, sedangkan dia Juairiyah sedang berpuasa. Nabi bertanya โ€œApakah kamu berpuasa kemarin? Dia menjawab tidak. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Aymรขn wa al-Nudzศ—r Bab Nadzar Terhadap Sesuatu Yang Tidak Dimiliki dan Dalam Kemaksiatan No. 6704. Al-Asqalรขniy, Fath al-Bรขriy, jld 11 h. 590. Ibnu Mรขjah Abศ— Abdillรขh Muhammad bin Yazรฎd al-Qazwainiy, Sunan Ibni Mรขjah, tahqรฎq Syuโ€™aib al-Arnรขuth Damaskus Dรขr al-Risรขlah, 2009 M/1430 H, Bab Hak Suami Dari Istri No. 1853. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Shaum Bab Puasa pada Hari Jumโ€™at, No. 1986. MUHAMMAD ARABY Menelisik Konsep Bidโ€™ah Nabi bertanya lagi โ€œApakah kamu ingin berpuasa besok? Dia menjawab tidak. Sabda Nabi โ€œKalau begitu berbukalah.โ€ Hadis ini menunjukkan adanya kreatifitas umm al-Muโ€™minรฎn Juairiyah bint al-Hรขrits dengan berpuasa pada hari Jumโ€™at tanpa disertai hari sebelumnya atau sesudahnya. Perbuatannya ini dilarang oleh Nabi Saw karena bertentangan dengan hadis sahih yang disepakati oleh Imam al-Bukhรขriy dan Imam Muslim dari Abศ— Hurairah ra. Nabi Saw bersabda ๎พ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎ˆ‚๎„„๎‡๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฏ๎„„๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎‚๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ธ๎†Œ๎…ช๎†ก๎€ƒ๎†ข๎…๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎†ข๎„†๎‡ท๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ฆ๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎ˆ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎„ƒ๎†พ๎„…๎‡ ๎„ƒ๎†ฅ๎ฎโ€œJanganlah seseorang diantara kalian berpuasa pada hari Jumโ€™at kecuali desertai dengan puasa sebelumnya Kamis atau sesudahnya Sabtu.โ€ ๎พ๎†ข๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎„Œ๎‡๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎†ผ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†จ๎†Š๎‡ด๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ธ๎„„๎†ด๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡ต๎†ข๎„ƒ๎ˆˆ๎„‰๎‡ฌ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎ˆ†๎„‰๎‡ณ๎†ข๎„ƒ๎ˆˆ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†ข๎†Š๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎„Œ๎‡๎„„๎†ผ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ธ๎„„๎†ด๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡ต๎†ข๎„ƒ๎ˆˆ๎„‰๎‡๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†˜๎†’๎‡ณ๎†ก๎‚๎†Ž๎‡ต๎†ข๎„‹๎ˆ‡๎€ƒ๎†ข๎…๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎ˆ‚๎†Œ๎‡ฐ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„„๎‡ท๎ˆ‚๎„„๎‡๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฏ๎„„๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎ฎโ€œJanganlah kamu khususkan malam Jumโ€™at dengan shalat sunat dan jangan pula kamu khususkan hari Jumโ€™at dengan berpuasa kecuali berbetulan dengan puasa wajib atau sunat yang dikerjakan pada hari itu.โ€ 7. Penolakan Nabi terhadap perbuatan Zainab binti Jahsy ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡†๎„ƒ๎‡ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„Š๎‡ฎ๎„‰๎‡ณ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡“๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„ƒ๎†ป๎„ƒ๎†ฝ๎€ƒ๎€ƒ๎„Œ๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†พ๎†Ž๎†ด๎„…๎‡ˆ๎…ญ๎†ก๎€ƒ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†ˆ๎‡ฒ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„‡๎†ฝ๎ˆ๎„„๎†พ๎„…๎‡ธ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎†Ž๎‡บ๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎†Ž๎‡๎†ข๎„‹๎‡ˆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎พ๎€ƒ๎€๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎†ก๎†Š๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎‚Ÿ๎†Œ๎‡ฒ๎„…๎†ฆ๎†Š๎…ซ๎†ก๎€ƒ๎ฎ๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎†ก๎†Š๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎€ƒ๎†ˆ๎‡ฒ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ค๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎ˆ‡๎„ƒ๎‡„๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎†ฉ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„…๎†ช๎†Š๎‡ฌ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡ ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„Œ๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€๎พ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎ˆ‚๎…Ž๎‡ด๎„„๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎„ƒ๎‡๎„„๎ˆˆ๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฏ๎„„๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎‚๎„„๎‡พ๎†Š๎‡—๎†ข๎„ƒ๎‡Œ๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎†พ๎„„๎‡ ๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆˆ๎†’๎‡ด๎†Š๎‡ง๎ฎ๎€ƒDari Anas bin Mรขlik ra berkata โ€œKetika Nabi Saw masuk mesjid tiba-tiba ada tali yang terikat di antara dua tiang. Nabi bertanya apa ini? Para sahabat menjawab itu milik Zainab ra yang digunakannya untuk berpegang apabila ia lelah shalat. Nabi bersabda โ€œJangan seperti itu, lepaskan tali itu. Lakukanlah shalat semampu kalian ketika kuat, jika lelah duduklah istirahat.โ€ Dalam hadis ini Nabi melarang ijtihad atau kesungguhan yang berlebihan dalam beribadah, karena itu bisa menimbulkan masyaqqah atau mudarat, di samping juga bertentangan dengan hadis Nabi ๎พ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡†๎„ƒ๎‡ ๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฏ๎„„๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎‡ฟ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎ˆ†๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎„„๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎„…๎†พ๎†Œ๎‡ซ๎„…๎‡‚๎„ƒ๎ˆˆ๎†’๎‡ด๎€ƒ๎ˆ„๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ค๎„ƒ๎‡ฟ๎†’๎‡€๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎„„๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡น๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฏ๎„ƒ๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎‡ฟ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„‡๎‡†๎„‰๎‡Ÿ๎†ข๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎ˆ…๎†Ž๎‡๎„…๎†พ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡ ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡‚๎„‰๎‡จ๎„…๎‡ค๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„Œ๎†ค๎„„๎‡ˆ๎„ƒ๎ˆˆ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„ƒ๎‡ˆ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎‡ป๎ฎโ€œJika salah seorang di antara kamu ngantuk ketika shalat maka tidurlah sampai hilang rasa ngantuknya, sebab jika kamu shalat dalam keadaan ngantuk barangkali bisa mencela diri sendiri mendoโ€™akan tidak baik padahal ingin minta ampun.โ€ Selain hadis-hadis di atas masih banyak lagi hadis-hadis yang menunjukkan bagaimana sikap Nabi dalam menanggapi setiap perkara baru yang dilakukan oleh para sahabat. Jika perkara baru itu sesuai dengan ajaran Islam maka disetujui dan diterima oleh Nabi, bahkan dalam beberapa kasus mendapatkan apresiasi dari para Malaikat atau kabar gembira berupa surga atau keridaan Allah Swt terhadap amal tersebut, meskipun Nabi sendiri belum pernah melakukannya Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Shaum Bab Puasa pada Hari Jumโ€™at, No. 1985. Muslim bin al-Hajjรขj, Shahรฎh Muslim, Kitรขb al-Shaum Bab Makruh Berpuasa Hanya Pada Hari Jumโ€™at, No. 1148. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Tahajjud No. 1150. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Wudhศ— No. 212. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 atau memerintahkannya secara khusus, namun amal tersebut masuk dalam dalil umum dari al-Qurโ€™an atau hadis yang memerintahkan untuk memperbanyak melakukan kebaikan. Sebaliknya, jika hal baru itu bertentangan dengan ajaran Islam misalnya bertentangan dengan akidah Islam seperti kasus Muรขdz ra, atau menyebabkan kemudaratan dengan menyiksa diri seperti kasus Abศ— Isrรขรฎl, atau berlebihan sehingga menimbulkan masyaqqah seperti kasus umm al-muโ€™minรฎn Zainab ra maka itu ditolak oleh Nabi, dan itulah yang termasuk bidโ€™ah yang sesat. Pandangan Khulafรข Al-Rรขsyidรฎn terhadap Perkara-Perkara Baru Di dalam hadis Irbรขdh bin Sรขriyah di atas Nabi juga berpesan agar umat Islam berpegang kepada sunnah khulafรข al-rรขsyidรฎn. Sikap khulafรข al-rรขsyidรฎn dan para sahabat lainnya juga sama seperti sikap Nabi. Hal itu disebabkan karena mereka sangat mengikuti sunnah cara Nabi dalam setiap perbuatan, termasuk dalam hal menanggapi segala perkara baru yang terjadi di masa mereka. Berikut ini beberapa contoh tersebut 1. Ijtihad Umar ra dan persetujuan Abศ— Bakar terhadap pembukuan al-Qurโ€™an ๎‡บ๎‡Ÿ๎€ƒ๎†พ๎„…๎ˆ‡๎‡ƒ๎€ƒ๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„Š๎†ช๎†Ž๎†ฅ๎†ข๎†Š๎†ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„ˆ๎ˆ…๎†Ž๎‡๎†ข๎„ƒ๎‡๎„…๎‡ป๎ƒˆ๎ˆ‹๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡“๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎†ก๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‹๎‡ธ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ค๎„„๎†ฌ๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„…๎†ท๎„ƒ๎ˆ‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„ƒ๎‡‡๎„…๎‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎ˆ†๎†Š๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎ˆ‚๎„„๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡‚๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„ƒ๎†ฌ๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ฒ๎„…๎‡ฟ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ท๎†ข๎„ƒ๎‡ธ๎„ƒ๎ˆˆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎„ƒ๎†พ๎„…๎‡ผ๎„‰๎‡Ÿ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„„๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎ˆ‚๎„„๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡‚๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎…๎‡น๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎ˆ†๎†Ž๎‡ป๎†ข๎„ƒ๎†ซ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€๎€ƒ๎…๎‡น๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„…๎†ฌ๎†Š๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎†พ๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎‡‚๎„ƒ๎†ธ๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎‡‡๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ท๎†ข๎„ƒ๎‡ธ๎„ƒ๎ˆˆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎†Ž๎‡…๎†ข๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ข๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎†›๎„ƒ๎ˆ๎ˆ†๎„๎‡ป๎€ƒ๎ˆ„๎„ƒ๎‡Œ๎„…๎†ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎‡‚๎„‰๎†ธ๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎„…๎†ฌ๎†Š๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎‚ ๎†ก๎„‹๎‡‚๎†Œ๎‡ฌ๎‡ณ๎†ข๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎‚๎†Ž๎‡บ๎„‰๎‡—๎†ก๎„ƒ๎ˆ‚๎†Š๎…ญ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ค๎„ƒ๎‡ฟ๎†’๎‡€๎„ƒ๎ˆˆ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„‡๎…š๎„‰๎†ฐ๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡น๎†•๎„…๎‡‚๎†Œ๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†ข๎…๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎‚๎„„๎‡ฝ๎ˆ‚๎„„๎‡ ๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎†ด๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎ˆ†๎„๎‡ป๎†Ž๎†›๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎ˆƒ๎„ƒ๎‡๎†Š๎†˜๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ž๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎†ด๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†•๎„…๎‡‚๎†Œ๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€…๎‚๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎ˆ‚๎„„๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡‚๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„„๎†ช๎†’๎‡ด๎†Œ๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡ ๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎€๎พ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฆ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡ง๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎††๎† ๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎‡‹๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎†’๎‡ด๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚Ÿ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎‡ฟ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„‡๎‡‚๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ป๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Š๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡ฑ๎„ƒ๎‡„๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎‡ผ๎„„๎‡ ๎†Ž๎†ณ๎†ก๎„ƒ๎‡‚๎„„๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎ˆˆ๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎ˆ„๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ต๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡‹๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„‰๎‡ณ๎†Š๎‡€๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎‚๎ˆ…๎†Ž๎‡๎„…๎†พ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎ˆ‡๎†Š๎†—๎„ƒ๎‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎ˆ…๎„‰๎‡€๎…๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆƒ๎†Š๎†—๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎‚๎„„๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†พ๎„…๎ˆ‡๎„ƒ๎‡ƒ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„Š๎†ช๎†Ž๎†ฅ๎†ข๎†Š๎†ฏ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„„๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎„ƒ๎†พ๎„…๎‡ผ๎„‰๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„‡๎‡†๎„‰๎‡ณ๎†ข๎„ƒ๎†ณ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎‚๎„„๎‡ถ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎ˆ‚๎„„๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡‚๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„‹๎‡ป๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎†ˆ๎‡ฒ๎„„๎†ณ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„Ž๎†ฃ๎†ข๎„ƒ๎‡‹๎€ƒ๎‚๎†ˆ๎‡ฒ๎„‰๎‡ซ๎†ข๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ฎ๎„„๎‡ธ๎†Ž๎ˆ€๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎พ๎€ƒ๎„ƒ๎†ช๎„…๎‡ผ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ค๎„„๎†ฌ๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„…๎†ท๎„ƒ๎ˆ‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡‚๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎ฎ๎‚๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ž๎„‹๎†ฆ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎†ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†•๎„…๎‡‚๎†Œ๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„„๎‡พ๎„…๎‡ ๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎†ณ๎†ข๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ‚๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎ˆ‚๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎‡ผ๎†Š๎‡จ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡ฒ๎„ƒ๎†ฆ๎„ƒ๎†ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ฑ๎†ข๎„ƒ๎†ฆ๎„‰๎…ช๎†ก๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎†Š๎‡ฌ๎†’๎†ฏ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎ˆ†๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎†ข๎„‹๎‡ธ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎‡ป๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ž๎„…๎‡ธ๎„ƒ๎†ณ๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡น๎†•๎„…๎‡‚๎†Œ๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ช๎†’๎‡ด๎†Œ๎‡ซ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฆ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡น๎†Š๎ˆ๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎†ข๎††๎† ๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎‡‹๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎†’๎‡ด๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„Œ๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚Ÿ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎ˆ‚๎„„๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡‚๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎‡ฟ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„‡๎‡‚๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ป๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Š๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡ฑ๎„ƒ๎‡ƒ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„„๎‡ ๎†Ž๎†ณ๎†ก๎„ƒ๎‡๎†Œ๎†—๎€ƒ๎ˆ„๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ต๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡‹๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ…๎†Ž๎‡๎„…๎†พ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎ˆ…๎„‰๎‡€๎…๎‡ด๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ต๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡‹๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡๎„…๎†พ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡‚๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎‡ธ๎†Œ๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎‡ ๎„‹๎†ฆ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎†ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†•๎„…๎‡‚๎†Œ๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„„๎‡ ๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡๎†ข๎†Š๎‡ซ๎„๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡ฅ๎†ข๎„ƒ๎†ฌ๎†’๎‡ฏ๎ƒˆ๎ˆ‹๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎†ค๎„„๎‡ˆ๎„„๎‡ ๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡๎ˆ๎„„๎†พ๎„„๎‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ฑ๎†ข๎„ƒ๎†ณ๎„๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€‘Hadis ini menceritakan adanya sesuatu yang baru yang belum pernah dilakukan oleh Nabi, yaitu pembukuan al-Qurโ€™an dalam satu mushaf. Ide ini pada awalnya muncul dari Umar ra dan pada akhirnya disetujui oleh Khalรฎfah Rasศ—lillรขh Abศ— Bakar ra dan Kรขtib al-Wahyi Zaid bin Tsรขbit dan sahabat-sahabat lainnya. Ini menunjukkan bahwa perkara baru, jika merupakan kebaikan sebagaimana yang dikatakan Umar ra โ€œ ๎ฎ๎ซ๎€ƒ๎ฏŒ๎ญ๎€ƒ๎Žฎ๎ด๎Žง โ€ maka itu tidak sesat. Sebaliknya, itu merupakan sunnah mustanbathah dari cara sunnah Nabi Saw. 2. Ijtihad Umar ra dan ijmรข sahabat terhadap shalat tarawih berjamaโ€™ah ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†พ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎†ท๎„‹๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„Š๎†พ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎„๎ˆ…๎†Ž๎‡๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„‹๎‡ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎†ณ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ป๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ž๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎†ฃ๎†ข๎…๎‡˜๎†Š๎…ฌ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡“๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎††๎†จ๎†Š๎‡ด๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎„ƒ๎‡”๎„ƒ๎‡ท๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎‚๎„‰๎†พ๎†Ž๎†ด๎„…๎‡ˆ๎†Š๎…ญ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†ฟ๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡…๎†ข๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‡๎‡๎†ก๎„ƒ๎‡ƒ๎„…๎ˆ๎†Š๎†—๎€ƒ๎‚๎†Š๎‡น๎ˆ‚๎†Œ๎‡ซ๎„๎‡‚๎†Š๎‡จ๎„ƒ๎†ฌ๎„„๎‡ท๎€ƒ๎ˆ†๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎„„๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎„„๎†ณ๎„‹๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡พ๎ƒŠ๎‡ˆ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎‡ผ๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ†๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎„„๎ˆ‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎„„๎†ณ๎„‹๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ†๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎„„๎ˆˆ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„‰๎†ซ๎†Š๎ˆ๎„ƒ๎‡๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎†Œ๎‡–๎„…๎‡ฟ๎„‹๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎พ๎€ƒ๎€๎ˆ†๎„๎‡ป๎†Ž๎†›๎€ƒ๎ˆƒ๎„ƒ๎‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎ˆ‚๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎‡ ๎„ƒ๎‡ธ๎„ƒ๎†ณ๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎‚ ๎†Š๎ˆ๎„„๎†š๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎†๎†Ž๎‡๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚๎„Š๎†พ๎„‰๎†ท๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฐ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎†Š๎†ฐ๎„…๎‡ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎„‹๎‡ถ๎†Œ๎†ฏ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ต๎„ƒ๎‡„๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎ˆ€๎„ƒ๎‡ ๎„ƒ๎‡ธ๎„ƒ๎†ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„๎ˆ†๎„ƒ๎†ฅ๎†Œ๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎†‰๎†ค๎„…๎‡ ๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎‡ถ๎†Œ๎†ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎†ณ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ป๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„ƒ๎‡ ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎††๎†จ๎†Š๎‡ด๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎‚๎ˆƒ๎„ƒ๎‡‚๎„…๎†ป๎†Œ๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡…๎†ข๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎ˆ‚๎…Ž๎‡ด๎„ƒ๎‡๎„„๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†ง๎†Š๎ˆ๎„ƒ๎‡๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎„…๎‡ถ๎†Ž๎ˆ€๎„‰๎†Ÿ๎†Ž๎‡๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎„…๎‡ ๎†Ž๎‡ป๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎†จ๎„ƒ๎‡Ÿ๎„…๎†พ๎†Ž๎†ฆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡ฝ๎„‰๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎†ฌ๎…๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎ˆ‚๎„„๎‡ท๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎„ƒ๎‡”๎†’๎‡ง๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎†ฌ๎…๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎ˆ‚๎„„๎‡ท๎ˆ‚๎†Œ๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎„„๎†พ๎ˆ‡๎†Ž๎‡‚๎„„๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎„‰๎†ป๎†•๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ฒ๎„…๎ˆˆ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡…๎†ข๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎ˆ‚๎„„๎‡ท๎ˆ‚๎†Œ๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎†Š๎‡ณ๎„‹๎ˆ๎†Š๎†—๎€‘Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb Tafsรฎr al-Qurโ€™รขn No. 4679. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Bab Keutamaan Orang Yang Shalat Di Bulan Ramadhan No. 2010. MUHAMMAD ARABY Menelisik Konsep Bidโ€™ah Hadis ini menceritakan adanya kreatifitas dalam shalat tarawih yang disampaikan oleh Umar bin al-Khaththรขb ra, yaitu shalat tarawih secara berjamaโ€™ah. Padahal pada masa Nabi hal itu tidak pernah dipraktekkan. Pendapat Umar ini pun disetujui oleh para sahabat sehingga mereka shalat tarawih dengan berjamaโ€™ah yang diimami oleh Ubay bin Kaab ra. 3. Ijtihad Utsmรขn ra perihal penambahan adzan Jumโ€™at ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎†ค๎„‰๎†Ÿ๎†ข๎„‹๎‡ˆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎†พ๎ˆ‡๎†Ž๎‡„๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎ˆ…๎„‰๎‡€๎…๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ฝ๎†ก๎„ƒ๎‡ƒ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎ˆ‡๎„‰๎†ฟ๎†’๎†˜๎„‹๎†ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†ฎ๎„‰๎‡ณ๎†ข๎…๎†ฐ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ธ๎†Œ๎…ช๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡น๎†ข๎„ƒ๎‡ธ๎†’๎†ฐ๎„„๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎…๎‡จ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡“๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎…›๎„‰๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎†Œ๎†ฐ๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎„…๎‡ฟ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ผ๎ˆ‡๎„‰๎†พ๎†Š๎…ญ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Š๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎†Œ๎‡ฐ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ด๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†ˆ๎‡น๎…๎†ฟ๎„ƒ๎†š๎„„๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ฃ๎€ƒ๎‚๎„Š๎†พ๎„‰๎†ท๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡บ๎ˆ‡๎„‰๎†ฟ๎†’๎†˜๎„‹๎†ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ธ๎†Œ๎…ช๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎…›๎„‰๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡†๎„‰๎‡ด๎„…๎†ด๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ต๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎ƒŠ๎ˆ๎†ก๎€ƒ๎€‘๎ˆ†๎†Ž๎‡ผ๎„…๎‡ ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡‚๎„ƒ๎†ฆ๎„…๎‡ผ๎„‰๎…ญ๎†ก๎€‘Dari hadis ini diketahui bahwa Utsmรขn bin Affรขn ra telah menambahkan adzan pada hari Jumโ€™at, yaitu adzan yang pertama. Padahal, sebelumnya adzan hanya dua kali yaitu adzan dan Iqamah. Ijtihad ini dilakukannya karena banyaknya umat Islam di Madinah waktu itu, sehingga perlu untuk dipanggil ke Mesjid melalui adzan Penolakan Abศ— Bakar terhadap wanita muslimah yang melaksanakan haji dengan tidak berbicara ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡†๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎‚๎†‰๎‡ต๎†Ž๎‡ƒ๎†ข๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„ƒ๎†ป๎„ƒ๎†ฝ๎€ƒ๎ˆ‚๎„„๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡‚๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„Š๎†ง๎†Š๎†—๎„ƒ๎‡‚๎„…๎‡ท๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡†๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎„„๎ˆ‡๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎‚๎„„๎†ค๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎ˆ‡๎„ƒ๎‡ƒ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ฟ๎†•๎„ƒ๎‡‚๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„„๎‡ถ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎‚Ÿ๎„„๎‡ถ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎†ก๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„…๎†ช๎„‹๎†ด๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎‚๎††๎†จ๎„ƒ๎†ฌ๎„‰๎‡ธ๎„…๎‡๎„„๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€๎‚๎ˆ†๎„‰๎‡ธ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡น๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎†ก๎†Š๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎‚๎…Ž๎‡ฒ๎„‰๎†ธ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ก๎†Š๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ฒ๎„ƒ๎‡ธ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎„‰๎†จ๎„‹๎ˆˆ๎„‰๎‡ด๎„‰๎‡ฟ๎†ข๎†Š๎…ช๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎†ช๎„ƒ๎‡ธ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฌ๎†Š๎‡ง ๎€‘๎€‘๎€‘๎€ƒDalam hadis ini disebutkan bahwa ada seorang perempuan yang tidak mau berbicara ketika melaksanakan ibadah haji. Abศ— Bakar kemudian menegurnya dan menyuruhnya agar berbicara, karena perbuatannya tadi merupakan kebiasaan orang-orang jahiliyah, sehingga ia pun berbicara. Penutup Term bidโ€™ah secara bahasa berarti sesuatu yang baru. Makna secara bahasa inilah yang dimaksud oleh Amรฎr al-Muโ€™minรฎn Umar bin al-Khaththรขb ra dalam perkataannya๎€ƒ โ€œ๎‡ฝ๎‡€๎‡ฟ๎€ƒ๎†จ๎‡Ÿ๎†พ๎†ฆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†ช๎‡ธ๎‡ ๎‡ปโ€ ketika menyaksikan jamaโ€™ah shalat tarawih di Madinah. Dengan makna bahasa ini juga para ulama membagi bidโ€™ah kepada bidโ€™ah hasanah dan bidโ€™ah qabรฎhah seperti klasifikasi imam al-Syรขfiโ€™i, atau klasifikasi Izz al-Dรฎn Ibn Abd al-Salรขm yang membagi bidโ€™ah kepada bidโ€™ah wajib, sunat, mubah, makruh, dan haram. Adapun bidโ€™ah yang dimaksud Nabi sesat di dalam hadisnya ialah bidโ€™ah dalam pengertian syaraโ€™. Bidah syariyyah ialah suatu perkara dalam masalah agama yang bertentangan dengan ajaran Islam. Makna ini dengan jelas dapat dipahami dari hadis Nabi yang diriwayatkan oleh umm al-muโ€™minรฎn Aisyah ra ๎พ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†ญ๎„ƒ๎†พ๎„…๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ป๎†Ž๎‡‚๎„…๎‡ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ก๎†Š๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡†๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎ˆ€๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„Ž๎†ฝ๎„ƒ๎‡๎ฎDalam hadis ini disebutkan bahwa perkara baru dalam masalah agama yang tidak ada asal atau sumbernya dari agama itu tertolak. Dengan demikian, jika hal baru itu bukan masalah agama, misalnya masalah dunia maka itu tidak tertolak. Begitu juga jika hal baru dalam masalah agama namun berasal dari petunjuk atau dalil agama baik al-Qurโ€™an atau hadis maka itu juga tidak tertolak. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Jumuah Bab Muadzdzin Pada Hari Jumโ€™at No. 913. Lihat Abศ— al-Abbรขs Ahmad bin Muhammad bin Abรฎ Bakar al-Qustullรขniy, Irsyรขd al-Sรขriy Mesir Maktabat al-Amรฎriyyah, 1323 H, jld II 178. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb Manรขqib al-Anshรขr Bab Kejadian-Kejadian Masa Jahiliyah No. 3834. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Shulh No. 2697 dan Muslim bin al-Hajjรขj, Shahรฎh Muslim, Kitรขb al-Aqdiyyah No. 1718. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 Makna di atas menjadi lebih jelas dengan sikap Nabi dan para sahabat sesudahnya dalam menghadapi setiap hal baru. Ternyata tidak semuanya ditolak atau dianggap sesat. Jika hal baru itu sesuai dengan ajaran Islam, meskipun sumbernya dari dalil atau petunjuk yang umum dan Nabi tidak pernah mengerjakannya dan juga tidak pernah memerintahkan secara khusus, maka itu tidak termasuk bidโ€™ah. Apalagi jika hal baru itu merupakan suatu kebaikan dan kemaslahatan. Sebaliknya, jika hal baru itu bertentangan dengan ajaran Islam, seperti bertentangan dengan akidah Islam, atau bisa menyebabkan kemudaratan, atau berlebihan yang menyebabkan masyaqqah, maka itulah yang dinamakan bidโ€™ah, yang di dalam hadis Nabi disebut sesat. [ ] DAFTAR PUSTAKA Al-Asqalรขniy, Ahmad bin Aliy bin Hajar. Fath al-Bรขriy. Beirut Dรขr al-Marifah. 1379 H. Al-Bukhรขriy, Abศ— Abdillรขh Muhammad bin Ismรขรฎl. Shahรฎh al-Bukhรขriy. Damaskus Dรขr Thauq al-Najรขh. 1422 H. Al-Haddรขd, Abdullรขh Mahfศ—z. al-Sunnat wa al-Bidah. Damaskus Dรขr al-Qalam. 1992 M/1413 H. Al-Naisรขbศ—riy, Abศ— al-Husayn Muslim bin al-Hajjรขj. Shahรฎh Muslim. Beirut Dรขr Ihyรข al-Turรขts. Al-Nawรขwiy, Muhyi al-Dรฎn Yahyรข bin Syaraf. al-Minhรขj fรฎ Syarh Shahรฎh Muslim bin al-Hajjรขj. Beirut Dรขr Ihyรข al-Turรขts al-Arabiy. 1392 H. Al-Qaradhawiy, Yศ—suf. al-Madkhal li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah. Kairo Maktabah Wahbah. 1991 M/1411 H. Al-Qazwainiy, Ibnu Mรขjah Abศ— Abdillรขh Muhammad bin Yazรฎd. Sunan Ibni Mรขjah, tahqรฎq Syuโ€™aib al-Arnรขuth. Damaskus Dรขr al-Risรขlah. 2009 M/1430 H. Al-Qustullรขniy, Abศ— al-Abbรขs Ahmad bin Muhammad bin Abรฎ Bakar. Irsyรขd al-Sรขriy. Mesir Maktabat al-Amรฎriyyah. 1323 H. Al-Rรขziy, Abศ— al-Husayn Ahmad bin Fรขris. Mujam Maqรขyรฎs al-Lughah. Beirut Dรขr al-Fikr. 1979 M/1399 H. Al-Syaibรขniy, Abศ— Abdillรขh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, tahqรฎq Syuaib al-Arnรขuth Beirut Muassat al-Risรขlah. 2001 M/1421 H. Al-Syaqรฎriy, Muhammad Abd al-Salรขm Khadir. al-Sunan wa al-Mubtadaโ€™รขt al-Mutaโ€™alliqat bi al-Adzkรขr wa al-Shalawรขt, terj. Achmad Munir Awood Badjeber Jakarta Qisthi Press. 2005. ... Begitupun juga sebaliknya. Araby, 2016 Untuk menghindar dari bid"ah yang sesat bid"ah sayyiah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan di dalam mengkaji nash sehingga dipoeroleh makna yang benar dan maslahat. Hal-hal itu adalah sebagai berikut ...RuslanRasyidah ZainuddinKeragaman pemahamanan keagamaan merupakan bagian dari realitas sosial yang diakibatkan oleh perbedaan metode dalam menafsirkan teks-teks suci agama. Salah satu konsep dalam Islam yang selalu menuai kontroversi interpretasi adalah istilah Bidโ€™ahโ€ yang kemudian berujung pada lahirnya beragam perilaku beragama di kalangan umat muslim sendiri. Artikel ini mengkaji secara konsepsional mengkaji variasi interpretasi terhadap istilah Bidโ€™ahโ€™ sebagai awal mula munculnya variasi beragama di kalangan umat muslim khususnya di Indonesia. Artikel ini menggunakan kajian literatur teks keagamaan Islam yaitu A-Qurโ€™an dan Hadits terkait konsep Bidโ€™ah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan paradigma berpikir dalam memahami dan menginterpretasi teks-teks suci agama berdampak terhadap perilaku beragama. Unsur-unsur perbedaan paradigma tersebut antara lain aspek historis ayat dan hadits, aspek sosial dan budaya lokalitas, aspek linguistikHayyan Ahmad Ulul AlbabMuhammad AsroriMohammad LuthfillahPemahaman bidโ€™ah menjadi sebuah perbedaan yang harus diluruskan. Perbedaan itu terkungkung pada kata-kata sesat dan tidak sejalan dengan Nabi SAW. Padahal pemahaman yang dangkal tersebut bisa diatasi dengan cara membaca secara mendalam konsep bidโ€™ah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemahaman mahasiswa tentang bidโ€™ah dan mengeksplorasi makna bidโ€™ah yang sesuai dengan ahlussunnah wal jamaah an nahdliyah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Teknik pengumpulan datanya dengan Observasi, dan Wawancara. Analisis penelitiannya menggunakan lima-tahap siklus analisis data kualitatif yaitu 1 Compiling 2 Disassembling, 3 Reassembling and Arraying, 4 Interpreting and 5 Concluding. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Pemahaman konsep bidโ€™ah mahasiswa secara umum telah sampai pada istilah sesuatu yang baru yang tidak ada di zaman Rasulullah SAW. Istilah tersebut tentunya ditambahkan dengan pemahaman lain tentang bidโ€™ah hasanah dan bidah dholalah. Kedua macam bidโ€™ah telah dipahami mahasiswa sebagai sesuatu yang baru dan tidak menyalahi syariat Islam masuk pada bidโ€™ah hasanah, sementara itu bidโ€™ah dholalah diartikan mereka sebagai sesuatu yang baru yang menyalahi atau bertentangan dengan syariat bin 'Aliy bin HajarAl-' AsqalรขniyAl-'Asqalรขniy, Ahmad bin 'Aliy bin Hajar. Fath al-Bรขriy. Beirut Dรขr al-Ma'rifah. 1379 li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah. Kairo Maktabah WahbahYศ—suf Al-QaradhawiyAl-Qaradhawiy, Yศ—suf. al-Madkhal li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah. Kairo Maktabah Wahbah. 1991 M/1411 Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, tahqรฎq Syu'aib al-Arnรขuth etAl-SyaibรขniyBeirutAl-Syaibรขniy, Abศ— 'Abdillรขh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, tahqรฎq Syu'aib al-Arnรขuth Beirut Muassat al-Risรขlah. 2001 M/1421 al-Salรขm Khadir. al-Sunan wa al-Mubtada'รขt al-Muta'alliqat bi al-Adzkรขr wa al-Shalawรขt, terj. Achmad Munir Awood Badjeber etMuhammad ' Al-SyaqรฎriyAl-Syaqรฎriy, Muhammad 'Abd al-Salรขm Khadir. al-Sunan wa al-Mubtada'รขt al-Muta'alliqat bi al-Adzkรขr wa al-Shalawรขt, terj. Achmad Munir Awood Badjeber Jakarta Qisthi Press. Mahfศ—z. al-Sunnat wa al-Bid'ah. Damaskus Dรขr al-Qalam. 1992 M/1413 HAl-HaddรขdAl-Haddรขd, 'Abdullรขh Mahfศ—z. al-Sunnat wa al-Bid'ah. Damaskus Dรขr al-Qalam. 1992 M/1413 H. Pertanyaan Banyak pembicaraan tentang bid'ah, maka diantara kalangan masyarakat ada yang berkata bahwasanya bid'ah dibagi menjadi 2, dan diantara masyarakat ada yang tidak membagi dan menjadikan setiap bid'ah adalah suatu kesesatan, maka kami mohon penjelasan hakikat bid'ah menurut ahlussunnah dan jama'ah dengan menyebut dalil-dalil syar'i menurut madzhab yang empat, disertai juga penjelasan makna bid'ah secara bahasa dan istilah? Jawaban ุจุณู… ุงู„ู„ู‡ ุงู„ุฑุญู…ู† ุงู„ุฑุญูŠู… ุงู„ุญู…ุฏ ู„ู„ู‡ ุฑุจ ุงู„ุนุงู„ู…ูŠู† ู„ู‡ ุงู„ู†ุนู…ุฉ ูˆู„ู‡ ุงู„ูุถู„ ูˆู„ู‡ ุงู„ุซู†ุงุก ุงู„ุญุณู† ุตู„ูˆุงุช ุงู„ู„ู‡ ุงู„ุจุฑ ุงู„ุฑุญูŠู… ูˆุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ุงู„ู…ู‚ุฑุจูŠู† ุนู„ู‰ ุณูŠุฏู†ุง ู…ุญู…ุฏ ูˆุนู„ู‰ ุฌู…ูŠุน ุฅุฎูˆุงู†ู‡ ุงู„ู†ุจูŠูŠู† ูˆุงู„ู…ุฑุณู„ูŠู† ูˆุนู„ู‰ ุกุงู„ ูƒู„ ูˆุตุญุจ ูƒู„ ูˆุณุงุฆุฑ ุงู„ุตุงู„ุญูŠู†ุŒ ุฃู…ุง ุจุนุฏ Semoga apa yang akan dipaparkan setelah ini tidak menimbulkan perselisihan antara umat islam, melainkan hanya memaparkan apa yang dipahami oleh ulama salaf mayoritas, jika anda tidak sepakat apa yang akan dipaparkan setelah ini tidak membuat kita saling bermusuhan dan caci maki, mari bekerjasama dalam suatu yang kita sepakati bersama dan berlapang dada/ menghormati atas perbedaan yang ada. Pengertian Bid'ah Secara bahasa bid'ah adalah segala sesuatu yang diadakan tanpa ada contoh sebelumnya, dan secara syari'at bid'ah adalah sesuatu yang baru yang tidak ada dalil dari Al-Qur'an dan sunnah, sebagaimana disebutkan oleh pakar bahasa yang terkenal Al-Fuyumi didalam "Al-Mishbah Al-Muniir", dan disebutkan pula oleh Al-Hafidz Muhammad Murtadha Az-Zaidi di "Taaj Al-'Uruusy. Maka dalam "Al-Mishbah Al-Muniir" hal 138 Allah mewujudkan ุฃุจุฏุน makhluk dan menciptakanya tanpa ada contoh, kata ุฃุจุฏุน selain mewujudkan juga digunakan untuk suatu keadaan yang berbeda dari sebelumnya yang dikenal dengan kata bid'ah, kemudian penggunaan kata ini menjadi sering digunakan untuk suatu pengurangan atau penambahan dalam agama, tetapi kadang sebagiannya tidak makruh sehingga disebut sebagai bid'ah mubah yaitu suatu perkara yang dapat ditemukan asal hukumnya dalam syari'at atau terdapat didalamnya kemashlahatan untuk mencegah kemudharatan. Dalam kamus "Al-Wajiiz" jilid 1 hal. 45 segala sesuatu yang diwujudkan dalam agama dan lain sebagainya atau dibuat tanpa ada contoh sebelumnya. Pembagian Bid'ah Ibn Al-Araby berkata "Tidaklah bid'ah dan sesuatu yang baru itu tercela, dan sesungguhnya bid'ah atau sesuatu yang baru itu tercela ketika menyelisihi sunnah, dan sesuatu yang baru itu juga dapat menjadi tercela ketika dapat menjerumuskan kepada kesesatan". Imam An-Nawawi berkata didalam bukunya "Tahdzib Al-Asma wa Al-Lughaat 22/3, "Bid'ah dalam syari'at adalah mengadakan sesuatu yang tidak ada di masa Rasulullah ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆ ุณู„ู…, dan dibagi menjadi baik dan buruk, Abu Muhammad Abdul Aziz bin Abdul Salam di akhir buku "Al-Qowaid" berkata "Bid'ah terbagi menjadi wajib, haram, mandub, makruh, mubah. Caranya dengan menimbang dengan timbangan syari'at, apabila sesuatu yang baru itu masuk dalam katagori wajib maka menjadi wajib dan begitu juga pembagian yang lainnya. Pembagian bid'ah menjadi 2 yaitu bid'ah dholalah dan bid'ah huda, dholalah apabila menyelisihi Al-Qur'an dan sunnah dan yang huda atau hasanah adalah yang sejalan dengan Al-Qur'an dan sunnah. Pembagian ini berasal dari pemahaman hadits Bukhori dan Muslim dari 'Aisya ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ุง dan beliau berkata Rasulullah ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆ ุณู„ู… bersabda ู…ูŽู† ุฃุญุฏุซ ููŠ ุฃู…ุฑู†ุง ู‡ุฐุง ู…ุง ู„ูŠุณ ู…ู†ู‡ ูู‡ูˆ ุฑุฏ "Barang siapa mewujudkan sesuatu dalam perkara kami yang tidak termasuk dalam perkara yang kami sepakati maka sesuatu tersebut tertolak" Maka rasulullah memberi pemahaman kepada kita dengan kata ู…ุง ู„ูŠุณ ู…ู†ู‡ bahwasanya suatu perkara yang baru itu akan tertolak apabila bertentangan dengan syari'at dan sesatu yang baru yang sejalan dengan syari'at maka tidak tertolak. Pembagian diatas juga diperoleh dari pemahaman suatu hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shohihnya dari haditsnya dari Jarir bin Abdillah Al-Bajli ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ beliau berkata Rasulullah ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆ ุณู„ู… Bersabda ู…ู† ุณู† ููŠ ุงู„ุฅุณู„ุงู… ุณู†ุฉ ุญุณู†ุฉ ูู„ู‡ ุฃุฌุฑู‡ุง ูˆุฃุฌุฑ ู…ู† ุนู…ู„ ุจู‡ุง ุจุนุฏู‡ ู…ู† ุบูŠุฑ ุฃู† ูŠู†ู‚ุต ู…ู† ุฃุฌูˆุฑู‡ู… ุดู‰ุกุŒ ูˆู…ู† ุณู† ููŠ ุงู„ุฅุณู„ุงู… ุณู†ุฉ ุณูŠุฆุฉ ูƒุงู† ุนู„ูŠู‡ ูˆุฒุฑู‡ุง ูˆูˆุฒุฑ ู…ู† ุนู…ู„ ุจู‡ุง ู…ู† ุจุนุฏู‡ ู…ู† ุบูŠุฑ ุฃู† ูŠู†ู‚ุต ู…ู† ุฃูˆุฒุงุฑู‡ู… ุดู‰ุก "Barang siapa yang memulai dalam islam sunnah hasanah maka akan mendapat pahala dan pahala dari yang melakukanya setelahnya dengan tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka, dan barang siapa yang memulai dalam islam sunnah sayyi'ah maka dia akan mendapatkan dosa dan dosa dari orang yang melakukannya setelahnya dengan tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun". Dalam shohih Bukhori di kitab sholat teraweh "Ibn Syihab berkata maka ketika Rasulullah ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆ ุณู„ู… wafat dan manusia dalam suatu keadaan", Al-Hafidz ibn hajar berkata "keadaan tersebut maksudnya adalah umat islam dalam keadaan tidak berjama'ah dalam sholat teraweh". kemudian Ibn Syihab berkata selanjutnya "Begitulah keadaan umat islam dalam melaksanakan sholat teraweh sampai masa kholifah Abu Bakar ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ dan menjadi berjama'ah bersumber dari kholifah Umar ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡". Dalam Al-Bukhori sebagai lanjutan dari perkara diatas dari Abdurrahman bin Abd Al-Qari beliau berkata aku keluar bersama Umar bin Al-Khatab disuatu malam dibulan ramadhan ke masjid, ternyata umat islam terbagi dan berpencar-pencar melaksanakan sholat sendiri-sendiri, maka Umar berkata aku berpendapat apabila aku kumpulkan semua umat muslim dengan dipimpin satu qori' maka kiranya ini menjadi contoh yang baik, kemudian umar mengumpulkan mereka dalam jama'ah dengan diimami oleh Ubay bin Ka'b, kemudian aku keluar lagi setelahnya dengan Umar di suatu malam yang lain dan umat islam melaksanakan sholat teraweh dengan berjama'ah dan Umar berkata inilah sebaik-baiknya bid'ah. Maka apabila dikatakan bukankah Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Daud ูˆุฅูŠุงูƒู… ูˆู…ุญุฏุซุงุช ุงู„ุฃู…ูˆุฑ ูุฅู† ูƒู„ ู…ุญุฏุซุฉ ุจุฏุนุฉ ูˆูƒู„ ุจุฏุนุฉ ุถู„ุงู„ุฉ "Kalian jauhilah perkara-perkara yang baru, maka sesungguhnya sesuatu yang baru itu bid'ah dan setiap bid'ah itu sesat". Maka jawabannya adalah lafadz hadits ini menggunakan lafadz umum ูƒู„ tetapi maknanya dipahamhi secara khusus, karna lafadz umum tersebut dibatasi pemahamanya atau dikhususkan dengan 2 dalil yang telah disebutkan sebelumnya, maka maksud bid'ah di hadits ini adalah segala sesuatu yang baru yang bertentangan dengan Al-Qur'an atau sunnah atau ijma' atau atsar. Apabila ditinjau secara rinci maka bid'ah dibagi menjadi 5 hukum, yaitu wajib, mandub, mubah, makruh, haram sebagaimana yang dijelaskan oleh ulama-ulama 4 madzhab Madzhab Hanafi Syeikh Ibn 'Abidin Al-Hanafi berkata "Bid'ah bisa menjadi wajib seperti membuat bukti-bukti untuk menolak kelompok sesat dan belajar nahwu yang digunakan untuk memahammi Al-Qur'an dan sunnah, menjadi mandub seperti mengadakan sekolahan dan setiap perbuatan baik yang tidak ada di generasi awal, menjadi makruh seperti menghias masjid, menjadi mubah seperti menciptakan makanan dan minuman yang enak dan membuat baju. Badruddin Al-'Aini di Syarhnya tentang shohih Al-Bukhori 126/11 beliau menjelaskan perkataan Umar bin Al-Khatab tentang sebaik-baiknya bid'ah. Apabila bid'ah berada dalam ruang lingkup kebaikan dan syari'at maka menjadi bid'ah hasanah, dan apabila bid'ah berada dalam ruang lingkup keburukan dalam pandangan syari'at maka menjadi bid'ah mustaqbihah. Madzhab Maliki Muhammad Az-Zarqoni Al-Maliki di dalam Syarh Muwatho' 238/1 penjelasan beliau tentang perkataan Umar bin Al-Khatab "sebaik-baiknya bid'ah" maka beliau menamakannya dengan bid'ah karena Rasulullah belum mensunnahkan berjama'ah untuk sholat teraweh dan pula tidak di masa Abu Bakar As-Shiddiq, menunjukan bahwasanya ia adalah suatu perkara baru yang tidak ada contoh sebelumnya, dan dalam pengertian syari'at adalah sesuatu yang tidak ada di masa Rasulullah, kemudian terbagilah bid'ah menjadi 5 hukum. Syeikh Ahmad bin Yahya Al-Wansyarisi Al-Maliki di dalam kitabnya "ุงู„ู…ุนูŠุงุฑ ุงู„ู…ุนุฑุจ" berkata "para pemeluk madzhab maliki, mereka mengingkari adanya bid'ah secara umum, melainkan penentuan oleh mereka bahwa bid'ah terbagi menjadi 5 bagian", kemudian menyebutkan hukum yang lima dan contohnya masing-masing kemudian beliau berkata "maka yang benar dalam memahami bid'ah adalah apabila bid'ah disaring dengan kaidah-kaidah syari'at maka ketika ada kaidah yang sesuai maka ketemu lah hukumnya, setelah dipahami sampai sini maka tidak diragukan lagi bahwa perkataan Rasulullah setiap bid'ah itu sesat adalah ungkapan umum yang harus dibatasi keumumannya atau dikhususkan dalam memahaminya sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama-ulama terdahulu. Madzhab Syafi'i Imam Syafi'i a. Imam Syafi'i berkata segala perkara yang baru ada dua contoh ada yang menyelisihi Al-Qur'an, sunnah, ijma' dan astar maka disebutlah sebagai bid'ah yang sesat, dan yang satu lagi adalah suatu hal yang baru yang termasuk dalam kebaikan dan tidak ada khilaf karna tidak bertentangan dengan islam maka disebutlah sebagai bid'ah yang tidak buruk. diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di Manaqib As-Syafi'i 469/1, dan disebutkan juga oleh Ibnu Hajar di Fath Al-Baari 267/13. b. Al-Hafidz Abu Nu'aim di dalam kitabnya Hiliyatul Auliya 9/76 dari Ibrahim bin Al-Junaid beliau berkata Harmalah bin yahya berkata" saya mendengan Muhammad bin Idris As-Syafi'i berkata bahwa bid'ah terdiri dari 2, terpuji dan tercela, jika sejalan dengan sunnah maka dia dikatakan bid'ah terpuji dan jika bertentangan dengan sunnah maka menjadi tercela dan berhujjah dengan perkataan Umar bin Al-Khatab. Abu Hamid Al-Ghozali di bukunya Ihya Ulum Ad-Diin, tentang adab makan 3/2 berkata "Jika segala yang diadakan setelah Rasulullah dikatakan bid'ah, maka tidak setiap yang bid'ah itu dilarang tetapi menjadi terlarang apabila bertentangan dengan sunnah dikarnakan ada kaitanya dengan syari'at dan terdapat 'illatnya, maka sesuatu yang baru itu bahkan bisa diperluka ketika adanya perubahan-perubahan sebab". Imam An-Nawawi didalam Syarh Shohih Muslim 154/6-155 berkata sabda Rasulullah tentang setiap bid'ah itu sesat adalah lafazd umum yang harus dipahami secara khusus, karena itu ulama membagi bid'ah menjadi 5 bagian, menjadi wajib seperti menyusun ilmu kalam untuk membantah kelompok-kelompok sesat, menjadi mandub seperti menyususn buku-buku keilmuan dan membangun sekolah, Mubah seperti memakan makanan apapun dan bermacam-macam, makruh dan haram telah jelas. Imam Nawawi juga berkata di syarh shohih Muslim 226/16-227 sabda Rasulullah tentang ู…ู† ุณู† maksudnya adalah memulai dengan sesuatu yang baik-baik, dan larangan untuk memulai dengan sesuatu yang buruk. Dengan hadits ู…ู† ุณู† menjadi hadits yang membatasi keumuman ูƒู„ ุจุฏุนุฉ ุถู„ุงู„ุฉ sehingga lafadznya berbentuk umum tetapi harus dipahami secara khusus. Madzhab Hanbali Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Abi Al-Fath berkata dalam kitabnya "ุงู„ู…ุทู„ุน ุนู„ู‰ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ู…ู‚ู†ุน" di bab Thalaq "bid'ah adalah amalan yang tidak ada contoh sebelumnya. Bid'ah terbagi menjadi 2, terpuji dan tercela, dan hukumnya dibagi menjadi 5 sebagaimana hukum taklif yang lima". Kesimpulan Maka dari pemaparan diatas, menjadi jelas bahwa ulama salaf mayoritas sepakat bid'ah terdiri dari 2, yaitu bid'ah mahmudah terpuji dan mazdmumah tercela, dan bid'ah memiliki 5 hukum seperti hukum taklif yang lima. Sumber Edit Hukum Bid'ah Pertanyaan Pak Kyai, saya ingin bertanya tentang sesuatu hal. Sebelumnya mohon maaf, karena saya begitu awam masalah agama, dan hal itulah yang membuat saya semakin merasa bingung. Sebenarnya hukum bid'ah itu apa? Karena teman saya pernah menyatakan bahwa bid'ah itu gak boleh. Katanya, "Kita gak akan mendapatkan pahala tanpa berpedoman Al quran dan hadits." Mohon penjelasannya agar saya bertambah mantap dengan yang saya pegang. Sejak kecil saya hanya mengikuti nasihat yang dijelaskan oleh ustadz saya. Selain keyakinan itu saya merasa kurang yakin dan mantap. Jawaban Kami rangkumkan tulisan dari Habib Mundzir al Musawa Majelis Rasulullah Jakarta dan KH. Baidlowi Muslich Pengasuh Pesantren Miftahul Huda, Gading, Malang tentang bid'ah agar anda mendapat penjelasan yang paripurna tentang bid'ah. IndeksPengertian Bid'ah Nabi saw memperbolehkan berbuat bid'ah hasanah Siapakah yang pertama memulai Bid'ah hasanah setelah wafatnya Rasul saw? Bid'ah Dhalalah Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid'ah Pengertian Bid'ah Menurut Imam Syafii yang didukung oleh ulama lainnya menyatakan bahwa "Sesuatu yang diadakan baru dan bertentangan dengan kitab suci al Quran, sunnah rasul, ijma' para ulama, atau atsar para shahabat, maka itulah bid'ah dholalah dan ini dilarang. Sedangkan suatu kebaikan yang tidak bertentangan sedikitpun dengan al Quran, sunnah, ijma' atau atsar maka yang demikian itu adalah terpuji. Dr. Muhammad Ibn Alwy al Maliki, Dzikriyat wa nasabat, 109. Nabi saw memperbolehkan berbuat bid'ah hasanah Nabi saw memperbolehkan kita melakukan bid'ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah. Sebagaimana sabda beliau saw "Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat-buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya" Shahih Muslim hadits demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi. Hadits ini menjelaskan makna Bid'ah hasanah dan Bid'ah dhalalah. Perhatikan hadits beliau saw tersebut. Bukankah beliau saw menganjurkan? Maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yang membuat kebaikan atas islam maka lakukanlah. Alangkah indahnya bimbingan Nabi saw yang tidak mencekik umat. Beliau saw tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tetapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalelanya kemaksiatan. Pastilah diperlukan hal-hal yang baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan. Demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini yang tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman. Inilah makna sebenarnya dari ayat ... ุงู„ู’ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุฃูŽูƒู’ู…ูŽู„ู’ุชู ู„ูŽูƒูู…ู’ ุฏููŠู†ูŽูƒูู…ู’ ูˆูŽุฃูŽุชู’ู…ูŽู…ู’ุชู ุนูŽู„ูŽูŠู’ูƒูู…ู’ ู†ูุนู’ู…ูŽุชููŠ ูˆูŽุฑูŽุถููŠุชู ู„ูŽูƒูู…ู ุงู„ุฅุณู’ู„ุงู…ูŽ ุฏููŠู†ู‹ุง ... "Hari ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian" Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini. Semua hal baru, yang baik, termasuk dalam kerangka syariah, sudah direstui oleh Allah dan rasul Nya. Alangkah sempurnanya Islam. Namun tentunya hal ini tidak berarti membuat agama baru atau syariat baru yang bertentangan dengan syariah dan sunnah Rasul saw. Atau bahkan menghalalkan apa-apa yang sudah diharamkan oleh Rasul saw atau sebaliknya. Inilah makna hadits beliau saw "Barangsiapa yang membuat buat hal baru yang berupa keburukan ...". Inilah yang disebut Bid'ah Dhalalah. Beliau saw telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka beliau saw memperbolehkannya hal yang baru berupa kebaikan, menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar umat tidak tercekik dengan hal yang ada di zaman kehidupan beliau saw saja, dan beliau saw telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yang buruk Bid'ah dhalalah. Mengenai pendapat yang mengatakan bahwa hadits ini adalah khusus untuk sedekah saja, maka tentu ini adalah pendapat mereka yang dangkal dalam pemahaman syariah, karena hadits di atas jelas-jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah saja, terbukti dengan perbuatan bid'ah hasanah oleh para Sahabat dan Tabi'in. Siapakah yang pertama memulai Bid'ah hasanah setelah wafatnya Rasul saw? Ketika terjadi pembunuhan besar-besaran atas para sahabat Ahlul yamaamah, yang Huffadh penghafal Alqur'an dan Ahli Alqur'an di zaman Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, berkata Abu Bakar Ash-Shiddiq ra kepada Zayd bin Tsabit ra "Sungguh Umar ra telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlul yamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlul-qur'an. Lalu ia menyarankan agar aku Abu Bakar Asshiddiq ra mengumpulkan dan menulis Al Qur'an. Aku berkata, "Bagaimana aku berbuat suatu hal yang tidak diperbuat oleh Rasulullah?" Maka Umar berkata padaku, "Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan". Ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar. Engkau Zayd adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu kau tak pernah berbuat jahat, kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Al Qur'an dan tulislah Al Qur'an!" Zayd menjawab "Demi Allah, sungguh bagiku diperintah untuk memindahkan sebuah gunung daripada gunung-gunung yang ada, tidaklah seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Al Qur'an. Bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw?" Maka Abu Bakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Al Qur'an". Shahih Bukhari hadits no. 4402 dan 6768 Bila kita perhatikan konteks di atas Abu Bakar Shiddiq ra mengakui dengan ucapannya, "Sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar". Hatinya jernih menerima hal yang baru bid'ah hasanah yaitu mengumpulkan Al Qur'an, karena sebelumnya Al Qur'an tidak terkumpul dalam satu buku. Tetapi terpisah-pisah di hafalan sahabat, tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal. Penulisan Al Qur'an adalah Bid'ah hasanah, justru mereka berdualah yang memulainya. Kita perhatikan hadits yang dijadikan dalil menafikan menghilangkan Bid'ah hasanah mengenai semua bid'ah adalah kesesatan, sebagai berikut. Diriwayatkan bahwa Rasul saw selepas melakukan Shalat Subuh, menghadap kami dan menyampaikan ceramah yang membuat hati berguncang dan membuat airmata mengalir. Kami berkata "Wahai Rasulullah, seakan-akan hal ini adalah wasiat untuk perpisahan, maka berikanlah kami wasiat." Rasul saw bersabda "Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang budak Afrika. Sungguh di antara kalian yang berumur panjang akan melihat sangat banyak_ ikhtilaf perbedaan pendapat, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa'ur rasyidin yang mereka itu pembawa petunjuk. Gigitlah kuat-kuat dengan geraham kalian kiasan untuk kesungguhan dan hati-hatilah dengan hal-hal yang baru, sungguh semua yang Bid'ah _itu adalah kesesatan". Mustadrak Alas-shahihain hadits no. 329. Jelaslah bahwa Rasul saw menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah khulafa'ur rasyidin. Sunnah beliau saw telah memperbolehkan hal yang baru selama itu baik dan tak melanggar syariah. Sedangkan sunnah khulafa'ur rasyidin seperti dijelaskan sebelumnya bahwa Abu Bakar Shiddiq ra dan Umar bin Khattab ra menyetujui, menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yang baru, yang tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu pembukuan Al Qur'an yang selesai penulisannya di masa Khalifah Utsman bin Affan ra, dengan persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw. Nah, sempurnalah sudah keempat manusia utama di umat ini, khulafa'ur rasyidin melakukan bid'ah hasanah. Abu Bakar Shiddiq ra di masa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Alqur'an Umar bin Khattab ra di masa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata, "Inilah sebaik-baik Bid'ah!" Shahih Bukhari hadits no. 1906 Penyelesaian penulisan Al Qur'an di masa Khalifah Utsman bin Affan ra hingga Al Qur'an kini dikenal dengan nama Mushaf Utsmaniy. Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan menyetujui penulisan Al-Qur'an hingga selesai. Demikian pula hal yang dibuat-buat tanpa perintah Rasul saw Dua kali adzan di Shalat Jumat. Tidak pernah dilakukan di masa Rasul saw. Tidak pula di masa Khalifah Abu Bakar shiddiq ra. Khalifah Umar bin khattab ra pun belum memerintahkannya. Namun baru dilakukan di masa Utsman bn Affan ra, dan diteruskan hingga kini. Shahih Bulkhari hadits no. 873. Siapakah yang salah dan tertuduh? Siapakah yang lebih mengerti larangan Bid'ah? Adakah pendapat mengatakan bahwa keempat khulafa'ur rasyidin ini tak paham makna _Bid'ah? Bid'ah Dhalalah Jelaslah sudah bahwa mereka yang menolak bid'ah hasanah inilah yang termasuk pada golongan Bid'ah dhalalah. Bid'ah dhalalah ini banyak jenisnya seperti penafikan sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat khulafa'ur rasyidin. Di antaranya pula adalah penolakan atas hal baru selama itu baik dan tak melanggar syariah. Karena hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul saw dan dilakukan oleh Khulafa'ur rasyidin, sedangkan Rasul saw telah jelas-jelas memberitahukan bahwa akan muncul banyak ikhtilaf dan menasihatkan umatnya dengan, "Berpeganglah pada sunnahku dan sunnah Khulafa'ur rasyidin." Bagaimana Sunnah Rasul saw? Beliau saw membolehkan Bid'ah hasanah. Bagaimana sunnah Khulafa'ur rasyidin? Mereka melakukan Bid'ah hasanah. Maka penolakan atas hal inilah yang merupakan Bid'ah dhalalah, hal yang telah diperingatkan oleh Rasul saw. Bila kita menafikan meniadakan adanya Bid'ah hasanah, maka kita telah menafikan dan membid'ahkan Kitab Al-Quran dan Kitab Hadits yang menjadi panduan ajaran pokok Agama Islam karena kedua kitab tersebut Al-Quran dan Hadits tidak ada perintah Rasulullah saw untuk membukukannya dalam satu kitab masing-masing. Melainkan hal itu merupakan ijma/kesepakatan pendapat para Sahabat Radhiyallahu'anhum dan hal ini dilakukan setelah Rasulullah saw wafat. Buku hadits seperti Shahih Bukhari, shahih Muslim dan sebagainya ini pun tak pernah ada perintah Rasul saw untuk membukukannya. Tak pula Khulafa'ur rasyidin memerintahkan menulisnya. Namun para tabi'in mulai menulis hadits Rasul saw. Begitu pula ilmu musthalahul-hadits, nahwu, sharaf, dan lain-lain sehingga kita dapat memahami kedudukan derajat hadits. Ini semua adalah perbuatan Bid'ah namun Bid'ah Hasanah. Demikian pula ucapan Radhiyallahu 'anhu atas sahabat yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw, tidak pula oleh sahabat. Walaupun itu disebut dalam Al-Quran bahwa mereka para sahabat itu diridhoi Allah. Tak ada ayat Qur'an atau hadits Rasul saw yang memerintahkan kita untuk mengucapkan ucapan itu untuk sahabatnya. Namun karena kecintaan para tabi'in pada Sahabat, maka mereka menambahinya dengan ucapan tersebut. Dan ini merupakan Bid'ah Hasanah dengan dalil Hadits di atas. Lalu muncul pula kini Al-Quran yang dikasetkan, di-CD-kan, program Al-Quran di ponsel, Al-Quran yang diterjemahkan. Ini semua adalah Bid'ah hasanah. Bid'ah yang baik yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan muslimin, karena dengan adanya Bid'ah hasanah di atas maka semakin mudah bagi kita untuk mempelajari Al-Quran, untuk selalu membaca Al-Quran, bahkan untuk menghafal Al-Quran dan tidak ada yang memungkirinya. Sekarang kalau kita menarik mundur ke belakang sejarah Islam. Bila Al-Quran tidak dibukukan oleh para Sahabat ra, apa sekiranya yang terjadi pada perkembangan sejarah Islam? Al-Quran masih bertebaran di tembok-tembok, di kulit onta, hafalan para Sahabat ra yang hanya sebagian dituliskan, maka akan muncul beribu-ribu versi Al-Quran di zaman sekarang. Karena semua orang akan mengumpulkan dan membukukannya, masing-masing dengan riwayatnya sendiri, maka hancurlah Al-Quran dan hancurlah Islam. Namun dengan adanya Bid'ah Hasanah, sekarang kita masih mengenal Al-Quran secara utuh dan dengan adanya Bid'ah Hasanah ini pula kita masih mengenal Hadits-hadits Rasulullah saw, maka jadilah Islam ini kokoh dan abadi. Jelaslah sudah sabda Rasul saw yang telah membolehkannya, beliau saw telah mengetahui dengan jelas bahwa hal hal baru yang berupa kebaikan Bid'ah hasanah, mesti dimunculkan kelak, dan beliau saw telah melarang hal-hal baru yang berupa keburukan Bid'ah dhalalah. Saudara-saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua. Ingatlah ucapan amirul mukminin pertama ini. Ketahuilah ucapannya adalah Mutiara Al-qur'an, sosok agung Abu Bakar Ashiddiq ra berkata mengenai Bid'ah hasanah "sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar". Lalu berkata pula Zayd bin Haritsah ra "... bagaimana kalian berdua Abubakar dan Umar berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw? Maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun Abu Bakar ra meyakinkanku Zayd sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua". Maka kuhimbau saudara-saudaraku muslimin yang kumuliakan, hati yang jernih menerima hal-hal baru yang baik adalah hati yang sehati dengan Abubakar shiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra, hati Zayd bin haritsah ra, hati para sahabat, yaitu hati yang dijernihkan Allah swt. Curigalah pada dirimu bila kau temukan dirimu mengingkari hal ini, maka barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, karena tak mau sependapat dengan mereka, belum setuju dengan pendapat mereka, masih menolak bid'ah hasanah, dan Rasul saw sudah mengingatkanmu bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafa'ur rasyidin, gigit dengan geraham yang maksudnya berpeganglah erat-erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka. Allah menjernihkan sanubariku dan sanubari kalian hingga sehati dan sependapat dengan Abubakar Asshiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh sahabat. Amin. Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid'ah al-Hafidh al-Muhaddits al-imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i rahimahullah Imam Syafi'i Berkata Imam Syafii bahwa bid'ah terbagi dua, yaitu bid'ah mahmudah terpuji dan bid'ah madzmumah tercela. Yang sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yang tidak selaras dengan sunnah adalah tercela. Beliau berdalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih "Inilah sebaik baik bid'ah". Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87 al-imam al-hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah Imam Qurtubi Menanggapi ucapan ini dari Imam Syafi'i di atas, maka kukatakan Imam Qurtubi berkata bahwa makna hadits Nabi saw yang berbunyi "Seburuk-buruk permasalahan adalah hal yang baru, dan semua Bid'ah adalah dhalalah" wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid'atin dhalaalah, yang dimaksud adalah hal-hal yang tidak sejalan dengan Alqur'an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu anhum. Sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya "Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya" Shahih Muslim hadits dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bid'ah yang baik dan bid'ah yang sesat. Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87 al-muhaddits al-hafidh al-imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawiy rahimahullah Imam Nawawi Penjelasan mengenai hadits "Barangsiapa membuat-buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang dosanya", Hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yang baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yang buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw "Semua yang baru adalah Bid'ah, dan semua yang Bid'ah adalah sesat". Sungguh yang dimaksudkan adalah hal baru yang buruk dan Bid'ah yang tercela". Syarh Annawawi ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105 Dan berkata pula Imam Nawawi bahwa ulama membagi bid'ah menjadi 5, yaitu bid'ah yang wajib, bid'ah yang mandub, bid'ah yang mubah, bid'ah yang makruh dan bid'ah yang haram. Bid'ah yang wajib contohnya adalah mencantumkan dalil-dalil pada ucapan ucapan yang menentang kemungkaran. Contoh bid'ah yang mandub mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan adalah membuat buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren. Bid'ah yang mubah adalah bermacam-macam dari jenis makanan. Sedangkan bid'ah makruh dan haram sudah jelas diketahui. Demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yang umum. Sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa inilah sebaik2 bid'ah". Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155 al-Hafidh al-muhaddits al-imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthiy rahimahullah Imam Suyuti Mengenai hadits Bid'ah Dhalalah ini bermakna "Aammun makhsush", sesuatu yang umum yang ada pengecualiannya, seperti firman Allah "... yang menghancurkan segala sesuatu." QS. Al-Ahqaf 25 dan kenyataannya tidak segalanya hancur. Atau pula ayat "Sungguh telah kupastikan ketentuanku untuk memenuhi jahannam dengan jin dan manusia keseluruhannya." QS. As-Sajdah 13 dan pada kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim. pen. Atau hadits "aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini" dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasul saw Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189. Maka bila muncul pemahaman di akhir zaman yang bertentangan dengan pemahaman para Muhaddits maka mestilah kita berhati-hati darimanakah ilmu mereka? Berdasarkan apa pemahaman mereka? Atau seorang yang disebut Imam padahal ia tak mencapai derajat hafidh atau muhaddits? Atau hanya ucapan orang yang tak punya sanad, hanya menukil-menukil hadits dan mentakwilkan semaunya tanpa memperdulikan fatwa-fatwa para Imam? Walillahittaufiq

pertanyaan tentang bid ah